Liputan6.com, Jakarta Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakkir menyebut bahwa perekrutan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengikuti sistem hukum nasional.Â
Diketahui, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan, pihaknya tidak pernah memecat pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).Â
Baca Juga
“Kenapa yang tidak lulus TWK tidak dipecat, berarti mereka tetap menjadi outsourching dari ini," ungkap Mudzakkir saat dihubungi, Sabtu (8/5/2021).
Advertisement
"Ini jadi pertanyaan, ini tes penyidik apa tes ASN? kalau tes penyidik kompetesinya terletak pada kepolisan terutama dari Kemenkumham bukan KPK," tambahnya.Â
Menurut Mudzakkir, sertifikasi penyidik berstatus ASN itu hanya keluar melalui Kumham. KPK, lanjut Muzakir, tidak punya kompeten untuk menentukan tes penyidik.Â
"KPK ikutilah sistim hukum nasional," tegas akademis bergelar Profesor itu.Â
Sebelumnya, KPK telah menerima hasil tes wawasan kebangsaan tersebut dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) bertempat di Gedung Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Selasa (27/4).Â
Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, dikabarkan bakal dipecat dari lembaga tersebut.Â
Pasalnya, penyidik yang menjadi korban teror penyiraman air keras oleh oknum polisi itu mengakui, sudah mendengar kabar tersebut.Â
Novel mengatakan, terdapat kabar bahwa dirinya dan puluhan pegawai KPK bakal dipecat dengan alasan tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Tes wawasan kebangsaan itu merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara atau PNS.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Penjelasan BKN
Sementara itu, Plt Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama BKN Paryono menjelaskan, TWK yang dilakukan bagi pegawai KPK ini berbeda dengan yang dilakukan kepada CPNS. Adapun TWK untuk CPNS merupakan entry level, sehingga soal-soal yang diberikan berupa pertanyaan terhadap pemahaman akan wawasan kebangsaan.
"Sedangkan TWK bagi pegawai KPK ini dilakukan terhadap mereka yang sudah menduduki jabatan senior (Deputi, Direktur/Kepala Biro, Kepala Bagian, Penyidik Utama, dll) sehingga diperlukan jenis tes yang berbeda, yang dapat mengukur tingkat keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses berbangsa dan bernegara," terangnya dalam siaran pers tertulis, Sabtu (8/5/2021).
Untuk menjaga independensi, Paryono melanjutkan, maka dalam melaksanakan asesmen TWK bagi pegawai KPK ini menggunakan metode Assessment Center yang juga dikenal sebagai multi-metode dan multi-asesor. Multi metode merupakan asesmen yang menggunakan lebih dari satu alat ukur, yakni tes tertulis Indeks Moderasi Bernegara dan Integritas (IMB-68), penilaiaan rekam jejak (profiling) dan wawancara.
Sedangkan untuk multi-asesor, BKN turut melibatkan asesor dari lintas instansi yang telah memiliki pengalaman dalam mengembangkan alat ukur tes wawasan kebangsaan, seperti Dinas Psikologi TNI AD, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), BAIS, dan Pusat Intelijen TNI AD.
Selain itu, dalam setiap tahapan proses asesmen ini juga dilakukan observasi oleh Tim Observer yang anggotanya tidak hanya berasal dari BKN, tapi juga dari instansi lain seperti BAIS, BNPT, Pusat Intelijen TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD dan BIN.
Paryono menyatakan, ini semua dimaksudkan untuk menjaga objektivitas hasil penilaian dan untuk mencegah adanya intervensi dalam penilaian, dan dalam penentuan hasil penilaian akhir dilakukan melalui assessor meeting.
"Oleh karena itu, metode ini menjamin bahwa tidak ada satu orang asesor pun atau instansi yang terlibat yang bisa menentukan nilai secara mutlak, sehingga independensinya tetap terjaga," ungkap dia.
"Dalam pelaksanaan asesmen juga dilakukan perekaman baik secara video maupun audio untuk memastikan bahwa pelaksanaan asesmen dilakukan secara obyektif, transparan dan akuntabel," tegasnya.
Advertisement