Warna Merah 51 Pegawai KPK Hasil TWK

Hasil TWK pegawai KPK menuai polemik dan beragam reaksi dari seluruh elemen masyarakat. Hal ini menyusul keputusan pemecatan terhadap 51 pegawai KPK yang berintegritas.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 26 Mei 2021, 06:22 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2021, 06:22 WIB
FOTO: Aksi Dukungan Bagi 75 Pegawai KPK
Peserta aksi dari Koalisi Masyarakat Sipil AntiKorupsi membawa poster saat berunjukrasa di depan Gedung KPK Jakarta, Selasa (18/5/2021). Dalam aksinya, sambil membunyikan kentongan mereka memberi dukungan kepada 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. PP tersebut ditandatangani Jokowi pada 24 Juli dan diundangkan pada 27 Juli 2020 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly.

Dalam PP ini disebutkan bahwa ruang lingkup pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi ASN meliputi pegawai tetap dan tidak tetap. Demikian dikutip dari setneg.go.id.

Prosesnya lantas terus berlanjut. Pimpinan KPK kemudian memasukkan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai salah satu metode penilaian dalam rangkaian alih status pegawai KPK menjadi ASN. Hasilnya pun menuai polemik dan beragam reaksi dari seluruh elemen masyarakat.

Hal itu dipicu oleh informasi tidak lulusnya 75 pegawai sebagai ASN dalam indikator uji penilaian tersebut. Yang kemudian belakangan dibenarkan oleh pihak KPK itu sendiri.

Menjelang sore hari, Selasa 25 Mei 2021, KPK mengumumkan nasip dari 75 pegawai yang tidak lolos TWK lewat konferensi pers di Gedung Badan Kepegawaian Negara (BPK), Cililitan, Jakarta Timur. 51 orang dipastikan dipecat pada 1 November 2021, sementara 24 lainnya masih punya kesempatan menjadi ASN.

Ini merupakan hasil rapat koordinasi lembaga antirasuah bersama BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Kementerian Hukum dan HAM, juga Lembaga Andministrasi Negara (LAN).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, hasil dari rapat tersebut memang memutuskan bahwa 24 orang masih dimungkinkan menjadi ASN.

"Dari hasil pemetaan asesor dan kemudian kita sepakati bersama dari 75 itu dihasilkan bahwa ada 24 pegawai dari 75 tadi yang masih dimungkinkan dilakukan pembinaan sebelum diangkat menjadi ASN," tutur Alex di Gedung BKN, Cililitan, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).

Sementara 51 pegawai lainnya dianggap tidak lagi dapat mengikuti pembinaan. Alhasil, penentuan pemberhentian sebagai bagian dari KPK pun sudah jelas tanpa ada pengecualian.

"Yang 51 orang kembali lagi dari asesor itu sudah warnanya sudah merah dan tidak dimungkinkan dilakukan pembinaan," jelas dia.

Masa kerja 51 pegawai yang tidak lolos TWK akan berakhir pada 1 November 2021. Tugas dan kewenangannya pun akan mendapat pengawasan ketat sebelum diberhentikan dari KPK.

"Untuk status pegawai tadi sampai 1 November tadi. Aspek pengawasannya yang diperketat. Pegawai tetap masuk kantor, tetapi dalam pelaksanaan tugas harian harus melaporkan ke atasan," ujar Alex.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Nasib 24 Pegawai Lain

Sementara itu, 24 pegawai yang masih dimungkinkan menjadi ASN dapat memilih untuk mengikuti syarat yang ditetapkan, jika tidak ingin meninggalkan KPK. Mereka mesti bersedia untuk mengikuti pendidikan wawasan kebangsaan dan bela negara, tentunya lewat tanda tangan di atas dokumen.

"Setelah selesai jika yang bersangkutan tidak lolos, tidak bisa diangkat menjadi ASN," katanya.

Alex menegaskan, tes wawasan kebangsaan (TWK) menjadi indikator kecintaan pegawai terhadap Indonesia, sebelum diangkat menjadi ASN. Pemecatan 51 pegawai yang tidak lolos TWK merupakan upaya membangun sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas.

"Kami sangat memahami bahwa pegawai KPK harus berkualitas, karena itu KPK harus berusaha membangun SDM tidak hanya aspek kemampuan, tapi juga aspek kecintaan pada Tanah Air, bela negara, dan kesetiaan pada Pancasila, UU, NKRI dan pemerintah yang sah, dan bebas dari radikalisme dan organisasi terlarang," terangnya.

Alex menyampaikan, upaya pembentukan SDM yang berkualitas juga dilakukan usai hasil penilaian TWK keluar. Yakni dengan menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk membina 24 pegawai lainnya yang tidak lolos TWK, namun masih ada kesempatan menjadi ASN.

"KPK bekerja sama dengan LAN RI dan dengan pihak yang memiliki kompetensi dan wawasan kebangsaan yang 24 pegawai tadi, KPK akan kerja sama dengan pihak lain, karena KPK tidak punya kompetensi untuk membentuk SDM dan wawasan kebangsaan terhadap cinta Tanah Air itu," jelas Alex.

Presiden Jokowi sendiri sebelumnya telah menyatakan, 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK tidak perlu diberhentikan dari KPK. Dia menilai hasil tes wawasan kebangsaan justru menjadi masukan untuk perbaikan pegawai.

"Hasil tes wawasan kebangsaan hendaknya menjadi masukan langkah perbaikan KPK, baik individu maupun institusi, tidak serta merta menjadi dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK," kata Presiden dalam siaran Sekretariat Presiden, Senin 17 Mei 2021.

Presiden Jokowi menyatakan, pegawai yang tidak lulus TWK dapat mengikuti pendidikan kebangsaan atau kedinasan.

"Kalau dianggap ada kekurangan saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki, melalui pendidikan kedinasaan tentang wawasan kebangsaan dan perlu dilakukan segera langkah perbaikan di level individual maupun organsisasi," ujarnya.

Presiden sependapat dengan pertimbangan MK dalam putusan pengujian UU 19/2019 tentang perubahan kedua UU KPK, yang menyatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.

"Saya minta kepada para pihak terkait, khususnya pimpinan KPK, Menteri PAN RB dan Kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi program 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes dengan prinsip sebagaimana saya sampaikan tadi," pungkasnya.

 

BKS Pastikan 51 Pegawai KPK Dipecat

Sementara, Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menegaskan, kepastian pemecatan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos TWK tidaklah merugikan haknya sebagai pekerja.

"Tidak merugikan pegawai itu tidak berarti dia harus jadi ASN. Tidak merugikan pegawai bisa saja dia mendapat hak sebagai pegawai, ketika dia diberhentikan dan itu tidak akan langsung diberhentikan karena mereka sebagai pegawai KPK punya masa kerja," tutur Bima di Gedung BKN, Cililitan, Jakarta Timur, Selasa 25 Mei 2021.

Menurut Bima, masa kerja 51 pegawai KPK yang tidak lolos TWK akan berakhir pada 1 November 2021. Sementara 24 orang lainnya masih bisa menjadi ASN dengan syarat bersedia mengikuti pendidikan dan wawasan kebangsaan bela negara.

"KPK masih boleh memiliki pegawai non ASN sampai 1 November sesuai Undang-Undang. Karena saat 1 November semua pegawai KPK harus jadi ASN. Jadi yang tidak memenuhi syarat 51 orang ini masih akan jadi pegawai sampai 1 November 2021," jelas dia.

Lebih lanjut, tidak merugikan pegawai pun artinya mesti mengikuti keseluruhan Undang-Undang yang berlaku. Baik itu Undang-Undang KPK dan Undang-Undang ASN.

"Ini juga sudah mengikuti arahan Bapak Presiden, bahwa ini tidak merugikan dan dalam keputusan MK tidak merugikan itu sesuai peraturan UU yang ada dan berlaku. Karena yang digunakan tidak hanya Undang-Undang KPK saja, tapi ada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Pengalihan itu masuk dalam Undang-Undang ASN. Jadi ini ada dua Undang-Undang yang harus diikuti, tidak bisa hanya satu, dua-duanya harus dipenuhi untuk bisa jadi ASN," kata Bima.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan memandang pemecatan terhadap 51 pegawai yang tidak lolos TWK sangat dipaksakan.

"Terkait pengumuman pimpinan KPK yang disampaikan oleh AM, menggambarkan sikap oknum pimpinan KPK yang akan memaksakan agar terjadi pemecatan terhadap 75 pegawai KPK, baik langsung maupun tidak langsung," kata Novel pada wartawan, Selasa 25 Mei 2021.

Novel mengatakan, dengan pemecatan 51 pegawai tersebut jelas menggambarkan bahwa TWK benar hanya sebagai alat untuk penyingkiran pegawai KPK tertentu yang telah ditarget sebelumnya.

"Hal ini mengkonfirmasi dan semakin jelas terlihat bahwa ada agenda dari oknum Pimpinan KPK untuk menyingkirkan pegawai KPK yang bekerja baik," ungkap Novel.

Menurutnya, oknum pimpinan KPK tetap melakukan rencana awal untuk menyingkirkan pegawai KPK menggunakan TWK.

"Sekali pun bertentangan dengan norma hukum dan arahan bapak Presiden," kata Novel.

Dia juga menyebut, ini adalah salah satu bentuk melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Meskipun upaya melemahkan bukan hal yang baru.

"Dan penyingkiran pegawai KPK yang ditarget ini bisa jadi merupakan tahap akhir untuk mematikan perjuangan pemberantasan korupsi," kata Novel.

Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono mengungkapkan kekecewaannya atas hasil rapat koordinasi antar lembaga dan kementerian, terkait nasip 75 pegawai yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Hari ini kita mendapatkan kabar yang sudah kita bisa prediksi. Tentu mengejutkan dan saya pikir sangat mengecewakan, karena 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan, kemudian 51 di antaranya diberhentikan atau dengan kata lain dipecat. Dan 24 di antaranya akan dibina dan tidak ada kepastian apakah mereka akan dilantik menjadi ASN," tutur Giri lewat rekaman video, Selasa 25 Mei 2021.

Giri mengatakan, apa yang disampaikannya ini mewakili rakyat Indonesia dan seluruh pegawai KPK. Rasanya, harapan akan Indonesia yang bersih hingga simbol kejujuran dan integritas telah dirusak lewat upaya-upaya yang jelas terlihat.

"Tentu ini adalah bentuk dari suatu pembangkangan dari lembaga negara. Karena Presiden sudah jelas menyatakan bahwa 75 pegawai bisa dilakukan pembinaan pendidikan kedinasan, sehingga dia tidak harus menjadi keluar dari KPK dan dia bisa menjadi bagian dari pegawai-pegawai terbaik dari pemberantasan korupsi," jelas dia.

Menurutnya, sistem lembaga antirasuah pun dirusak lewat revisi Undang-Undang KPK. Sementara Sumber Daya Manusia (SDM) di dalamnya yang jelas-jelas berupaya memberantas korupsi dan membela Indonesia, ditakut-takuti lewat sanksi dan cara-cara yang dipaksakan.

"Kami minta kepada Bapak Presiden, Kepala Negara untuk bisa menengahi polemik ini. Mestinya pemberantasan korupsi tidak dihabiskan dengan hal yang tidak perlu. Kita ingin memberantas korupsi, bukan berpolemik seperti ini," ujar Giri.

Dia pun berharap ada kebijaksanaan dan penyelesaian dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi bagi 75 pegawai KPK yang terancam dipecat. Dia menegaskan, mereka bukan lah orang-orang yang tidak lulus, namun orang-orang yang tegas menjunjung sikap dalam memberantas korupsi.

"Dan kami tidak pandang bulu, siapa pun melakukan korupsi akan kita tangani. Saya salah satu dari 75 pegawai, 9 tahun menjadi direktur, 16 tahun bekerja di KPK, dan saya merasa sangat kecewa dengan perlakuan kepada 75 kami. Semoga Allah Subhanahuwata'ala, Tuhan yang Maha Esa menolong kita semua keluar dari kemelut ini dan kebenaran berpihak pada kita. Salam antikorupsi," Giri menandaskan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya