Pro-Kontra Gelar Profesor Kehormatan untuk Megawati

Rencana Universitas Pertahanan (Unhan) untuk memberikan gelar kehormatan guru besar atau profesor kepada Megawati Soekarnoputri pada Jumat, 11 Juni 2021 mendatang menuai pro-kontra.

oleh Yopi Makdori diperbarui 10 Jun 2021, 11:35 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2021, 11:35 WIB
Megawarti Soekarnoputri Menerima Penghargaan Honoris Causa dari Universitas Soka Jepang
Megawati Soekarnoputri Terima Gelar Doktor Honoris Causa (FOTO: Reza Rahmadansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana Universitas Pertahanan (Unhan) untuk memberikan gelar Profesor Kehormatan (guru besar tidak tetap) kepada Megawati Soekarnoputri pada Jumat, 11 Juni 2021 mendatang menuai kritik. Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga menyatakan keterkejutannya atas kabar tersebut.

Pasalnya selama ini para akademisi untuk memperoleh jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi itu memerlukan proses panjang dan berliku. Jenjang pendidikan untuk bisa mendapat gelar profesor juga harus lulusan doktoral.

"Untuk Profesor Madya saja, akademisi harus memiliki kumulatif angka kredit (KUM) 850. Sementara untuk Profesor penuh diperlukan KUM 1.000," kata Jamiluddin dalam keterangannya, Kamis (10/6/2021).

KUM tersebut dikumpulkan akademisi dari unsur pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan unsur pendukung seperti mengikuti seminar ilmiah. Bahkan akademisi harus menulis artikel yang dimuat di jurnal ilmiah internasional.

"Hingga saat ini banyak akademisi belum memperoleh jabatan profesor karena terganjal pada pemuatan artikel di Scopus. Karena itu, para akademisi merasa tidak adil bila ada seseorang yang terkesan begitu mudahnya memperoleh jabatan profesor. Moral akademisi bisa-bisa melorot melihat realitas tersebut," tegasnya.

Terlebih lagi, Jamiluddin memandang kesan politis begitu kental dari pemberian jabatan profesor tersebut.

"Para akademisi semakin kecewa karena melihat secara vulgar aspek akademis sudah berbaur dengan sisi politis," tekannya.

Ia meminta agar, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim seyogianya dalam menertibkan pemberian jabatan profesor memisahkan aspek politis secara tegas dengan aspek akademis.

"Untuk itu, sudah saatnya menteri pendidikan tidak lagi terlibat dalam pemberian jabatan profesor. Sebab, menteri sebagai jabatan politis tidak selayaknya terlibat dalam pemberian jabatan akademis," pungkasnya.

Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Abdullah Ubaid menilai pemberian gelar kehormatan terhadap Ketua Umum PDI Perjuangan itu tak lebih dari pencitraan.

"Ya inilah, itu banyak pencitraannya ya. Untuk pencitraan bagaimana meskipun dia gak punya jenjang akademik di sebuah institusi kampus, tapi dia bisa menggondol itu," ucap Ubaid kepada Liputan6.com, Rabu (9/6/2021).

Ubaid menyarankan perguran tinggi tak serampangan dan terwarnai oleh politik dalam memberikan gelar-gelar akademis.

"Sebenarnya publik itu juga bisa melakukan penilaian ya. Karena gelar kehormatankan gelar yang tidak bisa ditempuh secara jalur akademik, karena ini gelar kehormatan maka publik harus tahu, penilaian publik juga penting untuk diperhatikan," katanya.

Menurut Ubaid, mestinya perguruan tinggi juga mempertimbangkan opini publik dalam memberikan gelar kehormatan terhadap seorang tokoh.

"Publik setuju atau tidak, karena publiklah yang menilai track record seseorang," tandasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Hal Lumrah

Lain dengan Ubaid, Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menganggap pemberian gelar kehormatan terhadap Megawati bukanlah hal yang aneh. Ia memandang, seorang tokoh terlebih lagi dia merupakan mantan presiden, maka untuk mendapatkan gelar kehormatan dari institusi pendidikan merupakan hal yang lumrah.

"Sebetulnya biasa ya di Indonesia pemberian gelar honoris causa itu. Tapi itukan harus dipahami bahwa itukan gelar honoris causa bukan seperti pengajar ya, masyarakatkan paham itu," kata Bagong saat dihubungi Liputan6.com, Rabu (9/6/2021).

"Saya kira gak masalah ya, wong diberi oleh perguruan tinggi meskipun sebagian orangkan mempersoalkan," sabung Bagong.

Bagong cenderung melihat tak ada masalah soal penganugerahan gelar kehormatan tersebut. Menurutnya Megawati memang layak mendapatkan itu.

"Kalau seperti Bu Mega wong dia sudah dihormati kok, mantan presiden ya lebih tinggi dari guru besar," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya