Liputan6.com, Jakarta - Organisasi sayap PDI Perjuangan, Pengurus Pusat Baitul Muslimin (PP BAMUSI) kembali menggelar Webinar kebangsaan lintas agama dengan mengangkat tema, “Posisi Sentral Pemuka Agama dalam Mendorong Umat Menyukseskan Penanggulangan Pandemi Covid.” Rabu (18/8/2021). Webinar tersebut sekaligus memperingati Kemerdekaan Indonesia ke-76.
Webinar ini dibuka oleh Ahmad Basarah mewakili Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri dan Keynote Speech oleh Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas, dan juga menghadirkan berbagai narasumber dari perwakilan lintas agama.
Mereka adalah Said Aqil Siradj, yang diwakili oleh Sekjen PB NU, Helmy Faishal Zaini, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafiq A. Mughni, Sekretaris PGI, Pdt. Jacklecyn F. Manuputty, Sekretaris Komisi HAK KWI, Romo Agustinus Heri Wibowo, Ketua Umum DPP WALUBI, Hartati Murdaya, Ketua Umum PP MATAKIN, Xs. Budi S. Tanuwibowo, Ketua Bidang Ideologi dan Kesatuan Bangsa PHDI, Drs. I Nyoman Udayana Sangging, SH., MH.
Advertisement
Webinar dipandu oleh moderator Wakil Sekretaris Umum PP Bamusi, Rahmat Sahid.
Mengawali webinar, Hamka Haq selaku Ketua Umum DPP Bamusi, menegaskan, webinar ini untuk meningkatkan kegotong-royongan masyarakat, agar seluruh pemuka-pemuka agama dapat mengkonter segala isu-isu provokatif yang dapat membuat perpecahan dan pemisahan antara pemerintah dan rakyat.
Ia menambahkan, webinar ini untuk memperingati hari kemerdekaan ke-76 RI untuk mengingatkan dan mereflesikan sejarah perjuangan para ¬founding fathers yang berawal dari semangat kebersamaan seluruh elemen bangsa.
“Atas semangat inilah kami tetrinspirasi untuk dapat menegakkan solidaritas sesama warga bangsa untuk keluar dari penjajahan pandemi covid-19. Hal yang paling konkrit kita lakukan adalah menggalang persatuan demi membantu pemerintah untuk dapat keluar pandemi ini,” ungkap Hamka Haq dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/8/2021).
Ahmad Basarah, dalam sambutannya yang mewakili Ketum PDI Perjuangan, Megawati ketika membuka Webinar kebangsaan tersebut mengatakan, setiap pemuka agama harus turut serta menyatukan dan menyadarkan setiap umatnya untuk dapat bergerak bersama membantu pemerintah keluar dari serangan musuh tak kasat mata yakni pandemi covid-19.
Terkait gotong royong menghadapi persoalan dalam hidup berbangsa dan bernegara, Basarah mencontohkan spirit para founding fathers yang berjuang melawan penjajah demi kemerdekaan Indonesia.
“Spirit yang harus terus melekat dalam diri setiap anak bangsa adalah berjuang tanpa terbentur sekat perbedaan, hal ini bisa dimaknai dalam tataran praktek bernegara melalui pewarisan nilai gotong-royong yang digaungkan oleh Bung Karno dalam penggalian idenya di dalam butir-butir Pancasila.” Ungkapnya.
Senada dengan Ahmad Basarah, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan, semangat gotong-royong, kebangsaan dan nasionalisme adalah spirit dasar untuk berjuang melawan pandemic covid-19.
“Tentu hal ini dengan berbagai upaya dan partisipasi dalam membangun suasana solidaritas untuk bergerak bersama. Hal yang perlu dilakukan adalah kesadaran dari para pemuka atau tokoh agama untuk mengedukasi umatnya,” kata Menag Yaqut Cholil.
Berkaitan dengan tingkat kepercayaan umat beragama terhadap tokoh agama, Yaqut Cholil memaparkan, dalam rilis survei Litbang Kementerian Agama, para tokoh agama merupakan sumber yang paling dipercaya oleh masyarakat terkait informasi yang berkenaan dengan pandemi covid-19.
“Maka tokoh agama merupakan peran sentral dalam membangun narasi positif dan kesadaran masyarakat, juga menjadi teladan untuk mengedukasi masyarakat agar dapat mengkonter isu-isu miring atau HOAX yang dapat merugikan umat, bangsa dan Negara,” katanya.
Pandemi Sudah Ada Sejak Nabi
Sementara, Helmy Faishal dalam paparannya mengatakan, sesuai tema ini, kita dapat melihat bahwa di satu sisi masih banyak umat dan warga Negara yang belum mempercayai adanya pandemi covid-19.
“Di sisi lain, adanya informasi yang menyesatkan yang memposisikan pemerintah sebagai anti-Islam akibat dari pembatasan sosial yang berefek pada penutupan rumah atau tempat-tempat ibadah. Padahal, pemerintah sedang berusaha untuk menyelamatkan segenap warganya,” terang Sekjen PB NU tersebut.
Maka, lanjutnya, cara yang paling sederhana adalah lahir dan batin, meningkatkan imunitas tubuh, dengan menjaga pola hidup sehat, dan mendukung pemerintah dengan mendorong percepatan vaksinasi. Ia menilai, dalil untuk penanganan pandemi ini adalah mengutamakan keselamatan.
Selain itu, Syafiq Mughni dalam perspektif Muhammadiyah menilai, tha’un atau pandemic sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad dan terjadi bekali-kali di dunia. Dalam sejarah tha’un, dampak dari tha’un yang pernah terjadi pada 1345 menghantam Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah berasal dari Mongolia dengan merenggut 25 juta nyawa.
Menurut Syafiq, saat ini yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pemahaman agama, pendekatan ilmu pengetahuan, budaya: tingkat disiplin masyarakat, dan mengkonter isu-isu hoax dan teori konspirasi.
“Peran pemuka agama adalah membangun teologi kesehatan tentang taqdir dan ikhtiar yang sejalan, yang berikut, agama untuk kemaslahatan manusia (Hifds Nafs), memberikan fatwa ibadah yang sejalan dengan teologi kesehatan dalam konteks tha’un atau wabah, pemuka agama menjadi teladan di masyarakat, di lain hal, eksekusi fatwa di lapangan harus bergandengan dengan lembaga pendidikan, rumah ibadah dan komunitas-komunitas,” pungkas Syafiq Mughni.
Selain itu, Nyoman Udayana Sangging, menjelaskan, dalam hal gerakan melawan pandemi, pemuka agama Hindu telah melakukan kegiatan edukasi untuk membangkitkan kesadaran umat Hindu berkenaan perilaku hidup bersih dan sehat yang menyasar di pura-pura.
“Hal ini digerakan dengan berlandaskan Tri Hita Karana, juga membangun kesadaran untuk saling merasakan, merawat perilaku masyarakat dengan menjaga eksistensi alam agar hidup manusia dan alam saling berkesinambungan,” jelasnya.
Menurut Nyoman, gerakan konkrit yang perlu dilakukan adalah tokoh agama menjalin kerjasama dengan pemerintah untuk mencegah penularan wabah covid-19 di masyarakat.
Selanjutnya, Sekretaris PGI, Jacklecyn Manuputty, menilai, covid-19 telah menggerus ketahanan masyarakat pada tingkatan yang mengkuatirkan. Hal ini membutuhkan perenungan sosial dengan berakar pada rasa kemanusiaan dan solidaritas global.
“Covid-19 adalah sebuah koreksi sosial, dengan menempatkan manusia pada satu panggung panggilan kemanusiaan, dalam merawat kerjasama antar sesama, meningkatkan kepatuhan dan pemulihan kepedulian global.” Tegasnya.
Di lain hal, Sekretaris Komisi HAK KWI, Romo Agustinus Heri Wibowo menekankan pada peran Medsos sebagai sarana komunikasi dan edukasi kepada umat. Ia menilai, peran tokoh agama memang sangat penting dalam membangkitkan gairah kesadaran masyarakat terhadap penanggulangan pandemi covid-19.
“Sarana medsos sangat efisien bagi para pemuka agama untuk menggerakan spirit kemanusiaan, panggilan sosial, kasih dan tanggung jawab umat di dalam hidup berbangsa dan bernegara. Karena Medsos menjangkau sekat-sekat perbedaan dalam konteks integrasi iman di masa pandemi,” ungkap Romo Heri.
Terkait covid-19 dalam konsep ajaran dan perseptif Budha, Ketua Umum DPP WALUBI, Hartati Murdaya mengatakan, covid-19 telah menimbulkan kelesuhan ekonomi baik nasional maupun global. Akan tetapi pandemi telah membentuk suatu kesadaran alami berkaitan dengan kepedulian dan mendobrak sikap ego manusia menuju pada kemanusiaan, amal dan kasih.
“Dengan pandemi covid-19 yang menghantam seluruh aspek kehidupan kita, akan tetapi membentuk kesadaran kita untuk bersatu padu menuju pada satu jalan keluar yakni berperang melawan pandemi ini. Adanya peningkatan kesadaran terhadap teknologi dalam dunia medis dan farmasi, selain itu, pandemi telah menuntut kepedulian terhadap sesama dan meruntuhkan sikap ego,” tuturnya.
Menutupi Webinar ini, Ketua Umum PP MATAKIN, Budi Tanuwibowo menegaskan, tingkat kematian akibat pandemi Covid-19 di Indonesia masih sangat mengkhwatirkan. Menurutnya, virus yang paling berbahaya adalah virus kebencian, hal ini timbul akibat sikap ego dan kesombongan yang masih bercokol dalam pola piker warga negara.
“Bahaya yang terjadi adalah kesombongan dan kebencian. Perang melawan covid-19 adalah merendahkan ego, saling sadar dan belajar, kolaborasi sesama warga untuk menopang kebhinekaan dan gotong-royong menggali persoalan pandemi,” ujarnya.
Advertisement