Warga Laporkan Dugaan Pelanggaran Etik KPU dan Bawaslu Yalimo ke DKPP

Yorim menilai KPU Yalimo telah gagal melakukan Pemilukada di wilayah tersebut lantaran sudah dua kali PSU dan berpotensi merugikan keuangan negara.

oleh Rinaldo diperbarui 23 Nov 2021, 19:47 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2021, 19:47 WIB
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) (Liputan6.com/Istimewa)
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) (Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Kabupaten Yalimo, Papua mengadukan jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Yalimo ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tokoh yang mewakili warga antara lain Yorim Endama, Soni Silak, dan Sergius Womol.

Yorim mengatakan, para penyelenggara dan pengawas Pemilu itu diduga telah melakukan pelanggaran etik karena menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di waktu berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Yaitu karena menerbitkan SK Nomor: 127/PL.02/9122/2021 tertanggal 24 Oktober 2021 tersebut telah ditetapkan hari pemungutan suara tepatnya tanggal 26 Januari 2022, yang justru bertentangan dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan Pemungutan Suara Ulang dalam tenggang waktu 120 hari kerja yang jatuh tempo pada tanggal 17 Desember 2021, bukan tanggal 26 Januari 2022," tutur Yorim dalam keterangannya, Selasa (23/11/2021).

Yorim menilai KPU Yalimo telah gagal melakukan Pemilukada di wilayah tersebut lantaran sudah dua kali PSU dan berpotensi merugikan keuangan negara ratusan miliar. Berkas aduan pun diserahkan ke bagian pengaduan masyarakat ke Kantor DKPP, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

Selain tidak mampu menyelenggarakan pemilu, lanjut Yorim, dia menduga ada praktik penyelewengan dana pemilu dan dana hibah karena telah menghabiskan anggaran sekitar Rp 100 miliar, namun tidak menghasilkan apa-apa.

"Saya menyesalkan kinerja KPU Yalimo dua kali PSU yang saya anggap tidak mampu," kata Yorim.

Tokoh masyarakat lainnya, Sergius Womo yang mengaku mewakili empat suku di daerahnya, turut meminta DKPP agar memerintahkan KPU dan Bawaslu Provinsi untuk meninjau kembali tugas KPU dan Bawaslu Kabupaten Yalimo terkait penyelenggaran PSU.

"Waktunya sudah sangat tidak memungkinkan, masyarakat sulit menerima," ujar Sergius.

Adapun kronologis peristiwa itu bermula pada 9 Desember 2020 Pilkada serentak Kabupaten Yalimo yang diikuti oleh dua pasangan Clcalon (paslon) yaitu nomor urut 1 atas nama Erdi Dabi-John W. Wilil, dan nomor urut dua Lakius Peyon-Nahum Mabel.

Hasil pemungutan suara, pasangan nomor urut 1 sebanyak 47.881 suara dan nomor urut 2 mendapatkan 43.067 suara, sehingga total suara sah ada 90.948 suara. Paslon Lakius Peyon-Nahum Mabel lantas mengajukan keberatan ke MK dalam register perkara Nomor 97/PHP.BUP-XIX/2021 tertanggal senin 21 Desember 2020.

MK kemudian memutuskan sengketa Pilkada Kabupaten Yalimo dalam register perkara Nomor 97/PHP.BUP-XIX/2021 5 Maret 2021 dengan amar putusan yang intinya dilakukan Pemungutan Suara Ulang di Distrik Walarek dan Apalapsili (104) TPS. Hasilnya, pasangan nomor urut 1 mendapatkan 47.781 suara dan nomor urut 2 dengan 43.057 suara.

 

Perintah PSU Kedua

Selanjutnya, paslon nomor urut 2 kembali mengajukan keberatan ke MK hingga kemudian dikeluarkan putusan dalam perkara Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021, yang intinya melakukan Pemungutan Suara Ulang kedua tanpa mengikutsertakan calon Edri Dabi.

Setelah rekonsiliasi dengan pihak terkait, KPU Yalimo mengeluarkan revisi ketiga berupa Surat Keputusan Nomor 127/PL.02/9122/2021 tanggal 24 Oktober 2021 tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pemungutan Suara Ulang dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo tahun 2020 pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 yang hari pemungutan suara dilaksanakan pada tanggal 26 Januari 2022.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya