Liputan6.com, Jakarta - Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Pusat menangkap 10 orang komplotan mafia tanah yang berlokasi di Serang, Banten. Kesepuluh tersangka tersebut berinisial MH, RD, ID, SB, SA, JD, HS, SD, AH, dan HW.
"Tersangka MH merupakan mantan kepala desa dan camat Desa Bendung, Serang. Untuk itu ia dibantu oleh staf-stafnya berikut dengan staf dari Badan Pertanahan Negara (BPN)," kata Wakapolres Metro Jakarta Pusat, Setyo Heriyatno dalam keterangan diterima, Kamis (30/12/2021).
Baca Juga
Setyo mengatakan, modus yang dilakukan adalah menipu dengan menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik. Selain itu, pelaku juga memalsukan akta otentik itu dengan dibantu stafnya.
Advertisement
"Mereka melakukan tindak pidana ini pada tahun 2014, jadi kalau kita lihat rentang waktu yang dilakukan tindak pidana ini cukup lama, semasa yang bersangkutan menjabat kades yaitu dari tahun 1998-2017. Jadi cukup lama, selama 19 tahun,” ucap Setyo.
Setyo melanjutkan, para tersangka secara bersama-sama membuat 36 akta jual beli yang telah dilakukan pengukuran oleh petugas BPN dengan luas 11.000 m2. Kemudian, terbit tujuh sertifikat hak milik atas nama pelapor yang dimana setelah dilakukan pengecekan, ternyata tanah tersebut milik warga desa.
“Hal ini menjadi masalah dikarenakan ketika pelapor diberikan tujuh sertifikat tersebut, ketika akan melakukan pengecekan terhadap lokasi dari ketujuh sertifikat ternyata tanah yang tercatat dalam sertifikat tersebut milik warga desa,” tambah Setyo.
Barang Bukti yang Disita
Akibat perbuatan komplotan pelaku, korban mendapat kerugian yaitu uang senilai Rp 670 juta yang dihitung dari nilai NJOP tanah lokasi di desa tersebut.
Setyo menambahkan, barang bukti disita berupa 36 akta jual beli, 7 SHM, 1 buku DHKP Desa Bendung, 1 buku peta bidang Desa Bendung, 1 buah stempel Desa Bendung, 1 unit mesin ketik merek olimpik 800 warna putih, dua lembar bukti transfer, 6 lembar bukti tanda terima uang, 1 lembar surat perjanjian, dan 7 warkah shm yang disita dari BPN.
"Kasus ini dipersangkakan dalam pasal 266 KUHP, 264 KUHP, 263 KUHP juncto pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 8 tahun penjara," Setyo menandasi.
Advertisement