Para Crazy Rich Diduga Lakukan TPPU, PPATK Koordinasi dengan Polri dan Kejaksaan

Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang dalam kasus investasi ilegal.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Mar 2022, 19:39 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2022, 19:39 WIB
Gedung PPATK
Gedung PPATK (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dugaan tindak pidana pencucian uang dalam kasus investasi ilegal. PPATK menduga para crazy rich melakukan transaksi terkait pembelian barang mewah.

Terkait hal itu, PPATK menyatakan sudah menyampaikan temuan tersebut kepada Polri dan Kejaksaan untuk ditindaklanjuti.

"Tentu koordinasi sudah kami lakukan kepada penyidik," ujar Ketua Kelompok Kehumasan PPATK Nasir Kongah dalam keterangannya, Senin (7/3/2022).

Diberitakan sebelumnya, PPATK menganalisis dugaan adanya penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus investasi illegal.

PPATK menemukan adanya transaksi terkait dengan pembelian aset mewah yang wajib dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa, dalam hal ini yakni mereka yang kerap dijuluki crazy rich. Namun, para penyedia barang dan jasa tersebut tak melaporkannya kepada PPATK.

"Mereka yang kerap dijuluki crazy rich ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema ponzi," kata Ivan dalam keterangannya, Minggu 6 Maret 2022.

Adapun, aset yang diduga dibeli berupa kendaraan, rumah, perhiasan serta aset lainnya yang wajib dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa kepada PPATK. Atas dasar itu, menurut Ivan, dugaan penipuan yang mereka lakukan semakin menguat.

 

Wajib Lapor

Gedung PPATK
Gedung PPATK (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Ivan menyebut, pihaknya tidak hanya mendeteksi aliran dana investasi bodong, namun juga dari kepemilikan berbagai barang mewah yang belum semuanya dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa.

"Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan laporan transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan mempedomani penerapan prinsip mengenali pengguna jasa yang telah diatur dalam Peraturan PPATK," kata Ivan.

Ivan menyebut, sejatinya penyedia barang dan jasa wahib melaporkannya kepada PPATK. Hal tersebut diatur oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Dalam UU mengatur secara tegas pengenaan sangsi bila tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya," jelas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya