Liputan6.com, Jakarta - Ahli forensik dr Zaenuri Syamsu Hidayat membeberkan jika Handi Saputra (17) korban tabrak lari di Nagreg, Jawa Barat oleh anak buah TNI Kolonel Infanteri Priyanto, dibuang ke Sungai Serayu, Jawa Tengah dalam kondisi hidup.
Hal itu disampaikan, Zaenuri ketika hadir sebagai saksi dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana atas terdakwa Kolonel Priyanto di Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta Timur, Kamis (31/3/2022).
Advertisement
Baca Juga
"Setelah kami buka rongga dada, itu tampak pada saluran napas itu ada benda-benda air semacam lumpur, di saluran naoas, di rongga dada ditemukan cairan," ucap Zaenuri.
Hal itu merujuk pada proses autopsi yang berlangsung pada tanggal 13 Desember 2021 sekitar pukul 16.00 WIB di Rumah Sakit Umum Daerah Prof Dr Margono Soekarjo, Purwokerto, Jawa Tengah.
Selain ditemukan air pada rongga pernapasan, Zaenuri juga menemukan sejumlah luka di sekujur tubuh jenazah Handi. Mulai dari luka di kepala, retak pada tulang kepala, hingga luka di dada kiri, namun tidak menembus hingga rongga dada.
"Apa maksudnya kalau dalam paru-paru itu ada pasir halus?" tanya Hakim Ketua Pengadilan Tinggi Militer II, Brigjen Faridah Faisal.
Zaenuri menjawab, karena ada air sungai yang masuk ke dalam rongga dada. Kemudian ke dalam paru-paru dan ke dalam saluran napas bagian bawah.
Mendengar itu, Brigjen TNIÂ Faridah kembali bertanya kepada Zaenuri, apakah pada jenazah Handi dibuang masih dalam keadaan hidup atau tidak. Sebab, ada pasir sungai yang masuk ke dalam paru-paru korban.
"Artinya apakah pada saat korban ini jatuh ke dalam sungai itu apakah masih bernapas? Ada pasir dalam paru-paru?" tanya Brigjen Faridah.
"Nggih (ya), masih bernapas," beber Zaenuri.
"Kalau masih bernapas, masih hidup ya?" tanya Brigjen Faridah.
"Masih hidup," ucap Zaenuri.
Dibuang dalam kondisi tidak sadar
Kendati demikian, Zaenuri menjelaskan, Handi dibuang dalam kondisi tidak sadar. Sebab, tidak ada temuan air maupun pasir di dalam organ lambung.
"Jadi ada 3 tipe orang masuk ke dalam air, sadar masuk ke dalam air kemudian meninggal, tidak sadar masuk ke dalam air kemudian meninggal, atau dalam keadaan meninggal kemudian dimasukkan ke dalam air itu beda semua," jelas Zaenuri.
Advertisement
Kasus Tabrak Lari
Kasus ini bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, yaitu Kopda Andreas dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg.
Mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, namun justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Salsa dibuang ke sungai dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.
Adapun dalam perkara ini Oditur Militer mendakwa Priyanto melakukan tindak pidana lebih berat dari kecelakaan lalu lintas, yakni pembunuhan berencana hingga membuang mayat dalam bentuk dakwaan gabungan.
Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP dimana turut terancam hukuman paling berat yakni pidana mati, seumur hidup, atau pidana 20 tahun penjara.
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com