Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan aturan baru terkait pemberian nama yang dicatatkan dalam dokumen kependudukan, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) hingga Kartu Keluarga (KK).Â
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan, salah satunya menyatakan bahwa nama seseorang hanya memiliki minimal dua suku kata.Â
"Jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi, dan jumlah kata paling sedikit 2 kata," demikian bunyi aturan Ayat 2 Pasal 4, yang dikutip pada Minggu, 22 Mei 2022.Â
Advertisement
Pada Permendagri tersebut juga disebutkan gelar pendidikan bisa dicantumkan pada KTP juga Kartu Keluarga (KK). Hal ini tertuang dalam Pasal 5 ayat 1 Permendagri 73/2022 yang telah ditandatangani Mendagri Tito Karnavian.
Lantas, apa sanksinya jika aturan baru KTP tersebut dilanggar?Â
Menurut Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh, jika ada masyarakat yang masih mengabaikan maka dokumen yang dibutuhkan tidak akan diterbitkan. Sedangkan bagi petugas yang tetap mencatatkannya akan dikenakan sanski administratif.
"Lebih tegas kepada pejabat dan petugas yang tetap mencatatkannya dan tidak sesuai aturan maka diberikan sanksi administratif berupa teguran secara tertulis dari Menteri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil," jelas Zudan.
Untuk diketahui, Permendagri ini telah ditetapkan pada 11 April dan diundangkan pada 21 April 2022 lalu.
Berikut sejumlah hal terkait ditetapkannya aturan baru dalam pemberian nama di dokumen kependudukan, seperti KTP dan Kartu Keluarga dihimpun Liputan6.com:
1. Gelar Pendidikan Boleh Dicantumkan di KTP
Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan, gelar pendidikan atau gelar keagamaan atau gelar adat seseorang dapat dicantumkan pada e-KTP dan KK.
Aturan tentang dibolehkannya gelar ditulis pada e-KTP atau KK ini termaktub dalam Pasal 5 ayat 1 Permendagri 73/2022 yang diteken Mendagri Tito Karnavian.
Adapun tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan meliputi:
a. Menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia;
b. Nama marga, famili atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada dokumen kependudukan; dan
c. Gelar pendidikan, adat dan keagamaan dapat dicantumkan pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik yang penulisannya dapat disingkat.
Hanya saja, pada Pasal 5 ayat 3, meski penamaan gelar pendidikan atau gelar adat atau gelar keagamaan, dilarang untuk dicantumkan pada akta pencatatan sipil.
Advertisement
2. Gelar Tak Boleh Dicantumkan di Akta Pencatatan Sipil
Akta pencatatan sipil adalah dokumen yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan pencatatan sipil meliputi 5 jenis yaitu; kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian dan pengakuan anak.
Tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilarang:
a. Disingkat, kecuali tidak diartikan lain;
b. Menggunakan angka dan tanda baca; dan
c. Mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
3. Nama Tidak Boleh Terdiri dari Satu Suku Kata
Nama seseorang yang dapat dicatatkan dalam dokumen kependudukan tidak boleh terdiri dari satu kata, melainkan minimal memiliki dua suku kata.
Tito juga mengatur, nama harus mudah dibaca, tidak bermakna negatif dan tidak multitafsir.
Sementara itu, Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh dalam keterangannya menyebutkan, pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan untuk memudahkan pelayanan publik.Â
"Sehingga memberikan manfaat untuk pedoman pencatatan nama, penulisan nama pada dokumen kependudukan, dan meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan," kata Dirjen Zudan, Senin (23/5/2022).
Zudan menjelaskan, selain itu, penulisan nama yangs esuai memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, serta pemenuhan hak konstitusional dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan.
Zudan menekankan, pencatatan nama pada dokumen kependudukan mesti sesuai prinsip norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Â
"Antara lain syaratnya mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 karakter termasuk spasi dan nama paling sedikit dua kata," jelasnya.
Â
Advertisement