Liputan6.com, Jakarta Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bahwa dirinya siap maju sebagai calon presiden di Pemilu 2024 membuat NasDem menuai sorotan.
Bagaimana tidak, partai pimpinan Surya Paloh itulah yang memunculkan nama Anies sebagai Capres 2024 bersama dua nama lainnya. Namun, nama Mantan Menteri Pendidikan tersebut memang santer kuat untuk meminangnya.
Advertisement
Baca Juga
Berdasarkan aturan, tentu NasDem tak bisa mengusung sendiri. Ada dua calon kuat partai yang diajak untuk berkoalisi, yaitu PKS dan Demokrat.
Bahkan, Demokrat perlahan-lahan sudah membela Anies. Pasalnya partai berlambang bintang mercy ini ingin menduetkan Ketua Umumnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk bisa bersanding dengannya bersamaan.
Bahkan, sang ayahanda Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah memasang badan dan siap turun gunung di Pemilu 2024, dengan dalih ada indikasi kecurangan dan ketidakadilan agar pesta demokrasi itu diisi dengan dua pasang calon saja.
Meski demikian, ada riak mulai terlihat di partai NasDem. Usut punya usut, berdasarkan sumber Liputan6.com, NasDem masih berat berkoalisi baik Demokrat karena belum pernah menjalin kerja sama, bahkan dengan PKS karena bersinggungan dengan konstituennya.
Disebut juga NasDem akan bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi terlebih dahulu sebelum mengumumkan calon dan koalisi.
Mungkin terasa wajar, mengingat NasDem sekarang ini bagian dari pemerintahan, dan akan berkoalisi dengan dua partai yang terus mengkritik kebijakan Jokowi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem Johnny G. Plate mengatakan banyak hal yang harus dilakukan sebelum mengumumkan sosok calon presiden (capres) yang akan diusung pada Pilpres 2024.
Dia mengatakan NasDem harus benar-benar memastikan agar capres yang diusung nantinya dapat menang di Pilpres.
"Jangan diterjemahkan sampai di calon. Kalau sekadar calon bisa cepat. Gampang kan. Tapi calonnya bisa menang enggak? Itu perlu pendalaman, kerja sama politik," jelas Johnny kepada wartawan di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (19/9/2022).
Dia mengatakan bahwa Partai NasDem harus berkoalisi dengan partai politik lain untuk mengusung sosok capres untuk Pilpres 2024. Untuk itu, NasDem masih berkomunikasi dengan partai politik lainnya untuk membangun satu koalisi dan menyepakati siapa capres yang diusung.
"Itu dia yang tidak terpisahkan. Kalau ada calon dan pasangan, tapi tidak ada koalisi ya tidak jalan. Kalau ada koalisi, tapi tidak berhasil membentuk pasangan tidak jalan juga," ujarnya.
Kendati begitu, Johnny G. Plate mengatakan ada sejumlah syarat khusus untuk capres yang diusung NasDem. Salah satunya, harus bersedia melanjutkan pembangunan yang dilakukan di pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Untuk catatan ya, NasDem selalu sampaikan, yang pertama, capres yang diusung harus punya kemampuan dan kesediaan menjaga kontinuitas pembangunan yang sudah dilaksanakan kabinet Pak Jokowi," tutur dia.
"Harus punya komitmen dan kemampuan pelaksanaan," sambung Johnny.
Tak Bisa Kawin Paksa
Senada, Ketua DPP Partai NasDem, Willy Aditya membeberkan alasan partainya belum mengumumkan koalisi dengan Demokrat dan PKS.
Salah satu alasannya, karena NasDem dengan kedua partai tersebut belum pernah menjalin kerjasama.
"Satu, kami belum pernah bekerja sama sebelumnya. Tentu ini enggak bisa kawin paksa kan, tentu proses pembangunan chemistry di dua ranah, ranah antar partai, ranah antara kandidat dengan partai, itu tidak sederhana itu," kata Willy saat ditemui di ruangan Fraksi NasDem, Jakarta, Senayan, Senin (19/9/2022).
Selain itu, faktor lain yakni proses pencocokan kedua layer dari masing-masing partai. Sebab, proses tersebut harus berjalan bersamaan, sehingga itu menjadi ganjalan masing-masing partai.
"Dua layer ini harus berjalan secara simultan. Itu yang beratnya itu, ada orang yang kadang-kadang misal kita contoh, tetangga, langsung partainya saja. Itu kan satu layer, sementara ini bekerja dalam dua ranah lah, dua dunia, dua alam, capres-cawapresnya dan partainya," paparnya.
Lebih lanjut, Willy menuturkan, saat ini peluang PKS, Demokrat, NasDem untuk berkoalisi sudah mendekati kesepakatan.
"Peluangnya ya sejauh ini komunikasi bagus lah. (80 persen) Bisa jadi, kalau kesepakatan beberapa hal terpenuhi," ungkap Willy.
Dalam pembahasan koalisi, Willy mengatakan, partainya bukan hanya membicarakan visi, namun juga membahas permasalahan kebangsaan.
Setelah menemukan titik persamaan, pembahasan calon akan berlanjut.
"Bukan hanya visi, berangkat dari problem, habis itu baru kita bersepakat apa yang harus kita lakukan, abis itu baru oh kalau begini siapa yang cocok," kata dia.
Sudah Ada yang Bermain
Pengamat politik Ujang Komarudin menyadari sudah ada yang bermain politik agar koalisi ini bisa terjadi. Salah satunya yang dilakukan oleh SBY.
Dia menyadari, jika memang dua pasangan calon dalam Pemilu 2024 terjadi, maka peluang anaknya AHY untuk bersanding dengan Anies kecil.
Karena itu, SBY akan mati-matian berharap koalisi ini bisa terwujud, meski harus menyulut dan membangunkan para lawan politiknya.
"SBY suka tidak suka, senang tidak senang mesti membangun koalisi agar koalisi NasDem dan PKS ini bisa terjadi. Untuk memecah agar tidak terjadi dua pasang calon itu," kata Ujang saat dikonfirmasi, Senin (19/9/2022).
Menurut dia, peluang Demokrat untuk bangkit di Pemilu 2024 bisa terbuka lebar jika bisa mewujudkan koalisi ini, dan berujung pada majunya AHY sebagai cawapres.
"Kalau AHY maju minimal sebagai cawapres, maka Demokrat akan mendapatkan efek ekor jas dari pencalonan AHY. Kalau enggak, ya enggak bisa (dapat efek itu). Kalau dua pasang, AHY akan terlempar dari pencapresan," ungkap Ujang.
Advertisement