Kritik Persidangan Peristiwa Paniai, Ini 3 Catatan Komnas HAM

Menurut Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin, jika kasus pelanggaran HAM berat Paniai ini tidak diadili dengan baik, maka masyarakat Indonesia menjadi tidak memiliki empati.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Nov 2022, 02:21 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2022, 02:21 WIB
Sidang perdana kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Papua di PN Makassar, Rabu (21/9/2022). (dok Kejagung)
Sidang perdana kasus pelanggaran HAM berat Paniai, Papua di PN Makassar, Rabu (21/9/2022). (dok Kejagung)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memberikan catatan atas persidangan peristiwa Paniai yang digelar Pengadilan HAM.

Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin mengatakan, catatan pertama adalah bahwa kasus pelanggaran HAM berat ini luput dari perhatian publik.

“Proses sidang Paniai ini, kita sebagai bangsa hari ini atas peristiwa hukum yang luar biasa ini, hampir-hampir atau sangat minimal perhatian,” kata Amir kepada wartawan saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (10/11/2022).

Padahal peristiwa Paniai ini merupakan kejadian yang sangat serius dan mendapatkan perhatian dari dunia internasional.

“Terjadi sebuah kejahatan yang sangat serius, yang menjadi kejahatan internasional dan itu dikutuk oleh semua komunitas yang berada di bumi. Peristiwan terjadi di Paniai Provinsi Papua wilayah Republik Indonesia hampir tidak mendapat perhatian, tak ada dibicarakan televisi,” lanjut Amir.

Catatan kedua, hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap kasus ini adalah adanya dugaan kejahatan kemanusiaan yang unsur utamanya adalah kelanjutan dari kebijakan penguasa. Adapun kebijakan yang dimaksud adalah lanjutan dari operasi penanganan daerah rawan.

“Dalam peristiwa ini, kejahatan terhadap kemanusiaan unsur utamanya adalah kelanjutan dari kebijakan penguasa. Nah Komnas HAM menduga, peristiwa itu adalah lanjutan dari kebijakan, yaitu adanya operasi penanganan daerah rawan di bawah tanggung jawab teritorial. Unsur utamanya dakwaan jaksa apa? tidak ada itu,” jelas Amir.

Amir berujar, tersangka Mayor Inf (Purn) Isak Sattu tidak memiliki kewenangan untuk memberi komando dalam operasi sebesar itu.

“Menurut aturan kemiliteran, dia tidak punya kewenangan untuk mengendalikan yang namanya anggota koramil,” kata Amir.

Lebih lanjut, menurut dia, jika kasus ini tidak diadili dengan baik, maka masyarakat Indonesia menjadi tidak memiliki empati.

“Komnas HAM sudah menetapkan 13 peristiwa (pelanggaran HAM berat) seperti ini. Tidak pernah diadili sehingga kita di Indonesia tidak memiliki empati nanti kepada mereka yang menjadi korban peristiwa seperti ini,” tambah Amir.

 

Peristiwa Paniai Terjadi di Awal Rezim Jokowi

Keluarga Korban Penembakan Paniai Papua Tagih Janji Jokowi
Keluarga Korban Penembakan Paniai Papua Tagih Janji Jokowi (Liputan6.com/Nafis)

Untuk diketahui, Peristiwa Paniai terjadi pada 7-8 Desember 2014 di saat Presiden Joko Widodo memulai periode pertama masa pemerintahannya. Pascatewasnya pengunjuk rasa di Paniai Desember 2014, Presiden Joko Widodo menyatakan mengusut tuntas kasus ini secepatnya agar tidak terulang kembali di masa yang akan datang.

Saat itu, Kepala Staf Presiden, Moeldoko masih menjabat sebagai Panglima TNI. Berdasarkan investigasi Komnas HAM, tragedi penyerangan di Paniai dilakukan oleh prajurit TNI terhadap warga sipil. Ada 4 orang meninggal dunia akibat luka tembak dan tusukan, sementara 21 orang harus dirawat di rumah sakit.

Kejaksaan Agung menetapkan satu tersangka kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Paniai Papua tahun 2014 berinisial IS. "Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Pelanggaran HAM Berat pada Jampidsus Kejaksaan Agung telah menetapkan satu orang Tersangka yaitu IS," kata Kapuspenkum, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat (1/4).

Dia ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/ 2022 tanggal 01 April 2022 yang ditetapkan oleh Jaksa Agung RI selaku penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

"Kasus posisi singkat, Penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 jo. 184 KUHAP sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat di Paniai Tahun 2014," jelas Ketut.

 

Reporter: Lydia Fransisca

Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya