Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra angkat bicara soal kritik beberapa politisi pendukung pemerintah terhadap pidato politik Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Herzaky menyebut dalam pidato politiknya AHY hanya menyampaikan keresahan rakyat yang sedang kesusahan dan kesulitan menghadapi beban hidup.
Baca Juga
“Mereka merasa kebijakan pemerintah tak berdampak dan tidak memberikan manfaat untuk kehidupan sehari-hari mereka. Tak ada yang berani menyuarakannya selama ini, dan Ketum AHY menjadi yang pertama berani membela wong cilik atau rakyat kecil,” kata Herzaky dalam keterangannya, Jumat (17/3/2023).
Advertisement
Herzaky menyayangkan sikap pendukung pemerintah dalam merespon pidato AHY. Menurutnya para politikus itu anti kritik.
“Kami meyayangkan para pendukung pemerintah malah sibuk membela diri, defensif. Seharusnya meresapi masukan dan kritikan dengan seksama, melakukan introspeksi diri. Berupaya memikirkan, kebijakan mana yang perlu diperbaiki, agar benar-benar bisa memberikan manfaat untuk rakyat banyak. Bukan malah menyerang yang memberikan masukan di sana sini, bahkan menyerang yang mengkritik tanpa berdasar fakta,” ungkapnya.
“Tak perlu reaktif jika dikritik. Kita hidup di alam demokrasi. Pemerintah harus selalu siap mendengarkan masukan dan menerima kritikan. Kami hanya menjalankan tugas Konstitusi. Melakukan check and balances terhadap kinerja pemerintah,” sambungnya.
Ia mencontohkan Pemerintahan SBY yang 10 tahun dikritik, namun tetap tenang dan tak pernah defensif.
“Malah menjadikan masukan itu sebagai saran yang berharga. Meskipun dulu banyak kritikan yang tak berdasar fakta dan substansi. Pak SBY fokus kerja, sambil mengecek, di sektor atau daerah yang dikritik, apakah benar kritikan yang disampaikan masyarakat. Jika memang iya, langsung dilakukan pembenahan,” ungkapnya.
Singgung soal Pengentasan Kemiskinan Era SBY
Herzaky mengklaim, kemiskinan bisa turun drastis di era SBY, dari 16 persenan ketika diwarisi oleh Pemerintahan Megawati di 2004, menjadi tinggal 10 persenan di penghujung masa jabatan tahun 2014. Sedangkan era Jokowi, masih berkisar 9-10 persen saja.
“Tidak ada kemajuan dan perbaikan berarti selama 8 tahun ini. Begitu pula di bidang pemberantasan korupsi. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia hanya di angka 20 ketika Megawati menyudahi masa jabatannya di tahun 2004. Dalam sepuluh tahun, pemerintahan SBY menunjukkan komitmen seriusnya dalam memberantas dan mencegah korupsi,” kata dia.
Sekarang, lanjutnya, setelah lewat 8 tahun Joko Widodo berkuasa, indeks korupsi Indonesia stagnan di angka 34. “Jadi, 8 tahun ini pemerintahan Joko Widodo ngapain aja? Mengapa tidak ada perbaikan indeks korupsi?,” ungkapnya.
Advertisement