Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggelar acara diskusi dalam rangka mengenang 28 tahun Peristiwa Kudatuli yang jatuh pada 27 Juli 2024. Kudatuli merupakan akronim dari Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli yang terjadi pada 27 Juli 1996.
Acara tersebut digelar di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Sabtu (20/7/2024) dan dihadiri oleh beberapa narasumber, salah satunya Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto.
Baca Juga
Hasto mengungkapkan, dirinya terlebih dulu bertemu dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk melaporkan acara hari ini. Dia menyebut, agenda mengenang peristiwa kudatuli kali ini sama seperti 9 tahun lalu.
Advertisement
Namun yang membedakan adalah suasana kebatinannya. Yang mana saat ini, menurut dia, suasananya terlihat sekali seperti zaman orde baru jilid 2.
"Rangkaian yang kita lakukan saat ini, ini sama dengan 9 tahun yang lalu substansinya sama. Yang membedakan suasan kebatinan, suasana kebatinannya beda seperti yang disampaikan Bung Wilson tadi, karena alam yang tadi dikatakan Bung Wilson tadi sepertinya, orde baru jilid 2," kata Hasto, dalam sambutannya.
"Jadi aromanya berbeda suasana kebatinannya yang semakin menunjukan bagaimana penyalahgunaan kekuasaan nampaknya semakin menunjukkan kemiripan dari apa yang menjadi setting latar belakang peristiwa 27 Juli 1996 tersebut," sambungnya.
Gali Pemikiran Megawati dari Peristiwa Kudatuli
Dia pun bercerita, alasan mengapa DPP PDIP menggelar rangkaian acara mengenang peristiwa Kudatuli seminggu sebelumnya, agar seluruh elemen masyarakat dapat menggali dari pemikiran Megawati saat melewati peristiwa-peristiwa sebelumnya.
"Mengapa seorang Megawati dengan tekanan-tekanan yang luar biasa dari orde baru dengan bujuk rayu kekuasaan yang luar biasa beliau tetap menempuh suatu jalur yang sangat konsisten," ujar dia.
"Agar suara-suara rakyat yang saat itu terbungkam agar suara-suara rakyat saat itu yang tidak berani berbicara dapat berani berbicara," tambah Hasto.
Advertisement
Pemikiran Megawati di Mata Soeharto
Oleh sebab itu, pemikiran dan landasan itulah yang menjadi buah diskusi dalam mengenang peristiwa Kudatuli yang dahulu mungkin ideologi Megawati dianggap sebelah mata oleh orde baru.
"Apa yang menjadi landasan sikap tegar dari ibu Mega, jadi ini yang harus kita fikirkan bukan sekedar peristiwa penyerangan kantor 27 Juli, tapi latar belakangnya dan mengapa seorang Megawati punya konsistensi dan keberanian yang luar biasa bahkan mungkin saat itu dianggap sebelah mata oleh Presiden Soeharto yang kekuasaannya luar biasa," imbuh Hasto.
Reporter: Alma Fikhasari
Merdeka.com