Hasto PDIP Ungkap Alasan Ambil Gelar Doktor yang Kedua di UI

Sekjen PDIP Hasto Kristoyanto kembali mengambil gelar doktor di Universitas Indonesia (UI), Padahal dia telah mendapatkan gelar doktor ilmu pertahanan lewat teori geopolitik Soekarno di Universitas Pertahanan (Unhan).

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 19 Okt 2024, 04:24 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2024, 04:24 WIB
Hasto Kristiyanto dalam sidang terbuka promosi doktor yang berlangsung di Balai Sidang, Universitas Indonesia, Jumat (16/10/2024). (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)
Hasto Kristiyanto dalam sidang terbuka promosi doktor yang berlangsung di Balai Sidang, Universitas Indonesia, Jumat (16/10/2024). (Liputan6.com/Ady Anugrahadi)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengungkap alasannya mengambil gelar doktor yang kedua di Universitas Indonesia (UI). Hasto diketahui telah meraih gelar doktor ilmu pertahanan lewat teori geopolitik Soekarno di Universitas Pertahanan (Unhan).

Hasto menyebut, keputusannya mengambil gelar doktor keduanya di UI ini semata-mata ingin menghormati bahwa Indonesia dibangun dengan tradisi intelektual yang luar biasa dari seluruh pemimpin bangsa.

Hal itu disampaikan Hasto ketika menjawab pertanyaan dari penguji Prof. Dr. Drs. Bambang Shergi Laksono dalam sidang terbuka promosi doktor atas disertasi berjudul ‘Kepemimpinan Strategis Politik, Ideologi, dan Pelembagaan Partai serta Relevansinya terhadap Ketahanan Partai: Studi pada PDI Perjuangan’ di Balai Sidang Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Jumat (18/10/2024).

Mulanya, Bambang mendapatkan kesempatan memberikan pertanyaan kepada Hasto sebagai promovendus. Dia pun memberikan pertanyaan yang bersifat personal. Bambang menanyakan perihal gelar doktor yang telah didapat oleh Hasto dari Universitas Pertahanan.

Tetapi, Hasto kini kembali mengambil gelar doktor keduanya di Universitas Indonesia.

“Saya izin menanyakan yang mungkin sifatnya personal ya. Sebenarnya Pak Hasto ini sudah doktor di Universitas Pertahanan. Pengenalan saya terhadap Pak Hasto, memang tidak ingin mencari-cari gelar sebetulnya,” tanya Bambang.

“Apa kaitan dari pemikiran Pak Hasto dengan di Unhan yang memberikan gambaran tentang idealisme kepemimpinan Indonesia di panggung dunia,” sambungnya.

Hasto mengawali jawabannya dengan mengutip perkataan Presiden Soekarno, bahwa ilmu pengetahuan harus berguna bagi amal kemanusiaan.

Lewat pesan Bung Karno itu, dia menegaskan bahwa dirinya menggambil gelar doktor di UI bukan untuk mencari gelar akademik. Tapi untuk menghargai para tokoh bangsa yang membangun Indonesia lewat tradisi intelektual.

Bahkan, suara Hasto sampai bergetar ketika studinya ini dipersembahkan untuk para tokoh bangsa.

“Saya mengambil doktor kedua di UI ini bukan untuk mencari gelar, Tetapi untuk menghormati bahwa Indonesia ini dibangun dengan tradisi intelektual yang luar biasa dari seluruh pemimpin bangsanya,” kata Hasto dengan suara bergetar.

“Tradisi intelektual Soekarno yang kami rumuskan dalam disertasi pertama muncul dari dialektika terhadap sejarah Nusantara, sejarah dunia. Bagaimana kemerdekaan Indonesia untuk membangun persaudaraan dunia Bagaimana di situ seluruh pemimpin bangsa Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, dan lain sebagainya, berpikir bagaimana melalui kepemimpinan intelektual itu Indonesia bisa menjadi pemimpin diantara bangsa-bangsa,” lanjut Hasto Kristiyanto.

 

Pancasila Adalah Ideologi Geopolitik

Hasto juga mengulas soal Pancasila adalah ideologi geopolitik untuk menjawab sistem internasional yang anarkis yang selalu dihadapkan pada perang. Namun, bangsa Indonesia berhasil menciptakan Pancasila sebagai supremasi dari ideologi-ideologi besar dunia.

Politikus asal Yogyakarta ini juga menceritakan bahwa Bung Karno telah merancang kemerdekaan Indonesia pada usia 16 tahun. Lalu, pada usia 26 tahun mendirikan PNI.

Dia menambahkan, Bung Karno tidak pernah berpikir bahwa syarat negara merdeka adalah timbunan uang, tetapi digerakkan oleh sesuatu kekuatan ide bahwa Indonesia merdeka bisa melawan berbagai bentuk imperialisme dan kolonialisme.

“Dengan demikian kaitannya sangatlah kuat kalau di dalam konstruksi pemikiran geopolitik Soekarno itu membangun bahwa kepemimpinan Indonesia untuk dunia, bahwa konferensi Asia Afrika itu membuktikan bagaimana untuk mengabdi kepentingan nasional pembebasan Irian Barat, kita menciptakan hukum internasional melalui konferensi Asia Afrika yang dihadiri 29 negara. Membangun gerakan non-blok dan kita bangsa Indonesia menjadi pemimpin Asia Afrika dan Amerika Latin,” beber Hasto.

“Saat itu seluruh civil society bergerak keluar, ada konferensi dokter anak Asia Afrika, konferensi perempuan Asia Afrika, mahasiswa Asia Afrika, wartawan Asia Afrika. Semua bergerak keluar, outward looking, bukan berantem, bertarung diantara sesama anak bangsa. Inilah pemikiran geopolitik Soekarno yang membangun kepemimpinan Indonesia bagi dunia,” tegas Hasto lagi.

 

Partai Harus Bisa Bangun Peradaban Indonesia

Hasto menambahkan, pandangan geopolitik Soekarno yang diimplementasikan di dalam sistem internasional mampu memerdekakan Maroko, Tunisia, Aljazair, Sudan dan lain sebagainya.

Dengan demikian, semua itu bisa terjadi ketika partai politik saat itu memiliki orientasi bukan hanya untuk sekadar fungsi-fungsi elektoral, tetapi lebih kepada membangun peradaban Indonesia dan dunia.

Maka, lanjutnya, korelasi disertasi tentang membangun Indonesia melalui penguatan partai politik sebagai tesis utama dari Megawati Soekarnoputri, agar partai juga bisa membangun peradaban Indonesia, yang akhirnya membangun kepemimpinan Indonesia bagi dunia.

“Dengan demikian, the seven principle of Megawati leadership di dalam pelembagaan partai sangat relevan. Contohnya di situ ada critical thinking method,” ujarnya.

“Dengan kontemplasi ini, maka di dalam melakukan suatu perubahan tidak lagi bersifat revolusioner, bersifat progresif. Itu yang lebih tepat, progresif tetapi terus-menerus melakukan perubahan hingga situasi sosial yang akan diubah oleh partai politik melalui kepemimpinan strategis dapat memenuhi tujuan-tujuan ideal dari partai politik,” kata Hasto.

“Karena itulah di dalam kongres ketiga PDI Perjuangan ditegaskan bahwa mengelola partai itu sama dengan mengelola negara,” tutupnya.

Sementara itu, Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, Ketua DPP PDIP Bidang Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Digital M Prananda Prabowo serta politikus PDIP seperti Ahmad Basarah, Yasonna Laoly, Eriko Sotarduga, Bintang Puspayoga, dan Ganjar Pranowo tampak hadir ke lokasi sebagai tamu undangan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya