Perjalanan Go Digital Para Pelaku Usaha Lokal, Kini Semakin Naik Level

Zaman yang sudah serba online ini mengharuskan para pelaku usaha untuk go digital demi bisa mengembangkan usaha yang dimiliki.

oleh Gloria Trivena May Ary pada 19 Okt 2024, 10:41 WIB
Diperbarui 19 Okt 2024, 11:26 WIB
Syafria Ningsih, pengusaha busana muslim asal Medan, Sumatera Utara, yang sukses jualan online di Bukalapak. Liputan6.com/Iskandar
Syafria Ningsih, pengusaha busana muslim asal Medan, Sumatera Utara. Liputan6.com/Iskandar

Liputan6.com, Jakarta Di tengah tumpukan plastik berisi pakaian yang tertata rapi, tampak seorang perempuan yang sedang duduk bersila di atas lantai. Di belakangnya, berjejer busana gamis dengan desain seragam dan motif yang beraneka macam. Ya, wanita tersebut bernama Syafria Ningsih atau yang dikenal dengan panggilan Tante Keke.

Saat itu, dirinya bukan cuma sekedar duduk bersantai, tetapi menyelesaikan pesanan demi pesanan yang didapatkannya secara online. Di depannya, terdapat layar komputer yang menemani. Bunyi printer di sisi sebelah kanannya pun juga ikut meramaikan ruangan tempat kerja Tante Keke itu.

Hari itu Syafria kedatangan tamu. Beberapa jurnalis sengaja datang menyambangi rumahnya. Tempat tinggal Tante Keke itu bukti hasil perjuangan tanpa menyerah. Dari bisnis yang nyaris bangkrut, Syafria menjadi penjual online sukses sebuah platform e-Commerce Unicorn nasional. 

Kesuksesan itu bukan hasil instan. Siapa sangka Syafria yang berjualan online awalnya perempuan Gagap Teknologi atau Gaptek. Jangankan membuka toko online, dia kesusahan membaca chat apalagi berselancar internet. 

“Bagaimana mau jualan online, terima chat atau akses internet saja saya enggak ngerti. Akan tetapi, saya harus berubah agar bisnis saya bisa terus jalan," ujar perempuan yang berhenti sebagai guru matematika sebuah SMA karena ingin merawat anak-anaknya. 

Menjadi ibu rumah tangga, Syafria tidak mau hanya berpangku tangan. Di tahun 2006, dia merintis bisnis pakaian muslim. Sistem jaringan untuk memasarkan produknya digunakan pada 2007. Dua tahun sejak dirintis, Syafria memutuskan membuka toko baju. Aktif pula membangun jaringan reseller di berbagai kota. 

Datangnya dunia digital sebagai cara baru berjualan tak bisa dihindari Syafria. Meski menjadi perempuan gaptek, Dia tak menyerah dengan keadaan. Dibantu membuat akun sebagai seller, Syafria akhirnya terjun sebagai seller sebuah e-commerce pada akhir tahun 2016.

“Menurut saya, se-mapan apapun bisnis kita, harus mulai ke online karena memang sudah zamannya," saran Tante Keke.

Langkah itu menuai sukses bagi bisnis pakaian muslim Syafria. Tak lagi sendiri, perempuan berjilbab ini sudah jadi juragan. Dia punya dua pegawai ketika ditemui di tahun 2018. Keduanya ditugasi masing-masing mengelola bisnis secara offline dan online.

Digitalisasi telah mengubah banyak kehidupan. Mulai dari urusan belanja, periksa kesehatan, transfer uang, sampai memantau lahan pertanian menjadi lebih mudah. Hanya dengan menggulir layar handphone atau bekerja di depan komputer, segala urusan selesai.

Di tangan berinsting bisnis, digitalisasi telah mengubah cara meraup cuan. Tanpa harus punya toko fisik, semua bisa jadi penjual online. Asal punya gawai, ada akses internet, dan bubble wrap untuk pembungkus, transaksi jual beli barang atau jasa bisa berjalan. Uang masuk ke dalam kantong hanya dari sentuhan tangan.

Ekonomi digital inilah yang dilirik pemerintah. Sejak 10 tahun lalu, transformasi digital digaungkan. Potensinya luar biasa untuk membangun Nusantara. Menjadi motor baru penggerak ekonomi nasional, berandil besar pada pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). 

Digitalisasi Bawa Usaha Konvensional Naik Kelas

Kisah Transformasi Digital Pelaku Usaha Lokal, Semakin Mantap untuk Berkembang
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria. (c) Kominfo

Bagi para pebisnis kelas UMKM, digitalisasi membawa bisnis konvensionalnya naik level. Bersaing dengan pebisnis dari daerah bahkan negara lain untuk berebut pasar yang lebih luas, dunia. Di dunia pertanian, digitalisasi bukan lagi barang baru. Para petani menyebutnya smart farming. Bantuan teknologi digital telah membantu meningkatkan produktivitas produk pertanian. Hasil akhirnya adalah penghasilan para petani yang bertambah.

Dunia pemerintahan, pendidikan, kesehatan, juga ikut kecipratan hasil digitalisasi. Proses lebih mudah, cepat, dan efisien hanya sedikit dari manfaat yang sudah dirasakan. 

Kekayaan baru Indonesia ini sudah terbukti. Dengar saja ucapan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria. Di Hari Bhakti Postel ke-79, Sang Wamen menyebut proyeksi ekonomi digital Indonesia di tahun 2030 mencapai US$366 miliar. Daya ungkitnya berasal dari pertumbuhan angka pengguna internet yang terus bertambah

Di tahun itu, lanjut Wamen Nezar, Indonesia berkontribusi hampir 40 persen terhadap total pertumbuhan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara. “Kita pasar yang sedang bertumbuh dengan cukup bergairah, kita adalah emerging market dalam soal ekonomi digital," ujar Wamen yang pernah berkecimpung di dunia situs berita konvensional dan digital ini. 

Angka-angka proyeksi itu tak cuma berakhir jadi pemanis harapan. Dia menjelma menjadi tongkat penuntun memulai misi besar. Lahir dalam wujud Buku Putih Strategi Nasional Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia 2030. Buku yang disusun untuk membawa Indonesia menjadi salah satu pemimpin digital dunia. 

Persiapan mewujudkan mimpi itu sudah dimulai satu dasawarsa yang lalu. Program-program dijalankan untuk menghadirkan transformasi digital di setiap jengkal tanah Indonesia. Semua diawali dari infrastruktur telekomunikasi untuk pemerataan akses internet di setiap daerah. 

SATRIA-1, Ujung Tombak Digitalisasi

SATRIA-1 jadi ujung tombak mencapai misi tersebut. Satelit milik Indonesia ini bakal mendampingi saudara tuanya, Palapa. Meski sama-sama mengorbit di angkasa Nusantara, SATRIA-1 punya tugas berbeda. Meluncur dengan roket dari Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat pada 18 Juni 2023, SATRIA-1 bertugas menjangkau daerah-daerah daerah terpencil yang tidak terjangkau akses broadband internet.

Baru setahun mengudara, SATRIA-1 sudah mulai mengerjakan tugasnya. Badan Aksesibilitas dan Konektivitas Indonesia (BAKTI) Kominfo mencatat sudah 4.063 lokasi terhubung akses internet sampai tahun 2023. Jumlah itu belum termasuk akses internet Non-SATRIA yang sudah menjangkau 14.634 lokasi. Total sudah 18.697 lokasi di Indonesia mendapatkan akses internet.

Menyediakan akses internet juga sudah dihadirkan lewat BAKTI SINYAL. Program ini menjangkau Daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T) dan Lokasi Prioritas di Indonesia. Sampai akhir tahun lalu, 7.283 lokasi sudah terakses internet melalui BTS. Rinciannya 1.665 lokasi BTS USO dan BTS 4G yang menjangkau 5.618.

Dukungan infrastruktur untuk memacu ekonomi digital juga didorong lewat Palapa Ring. atau Tol Langit. Program ini berupa jaringan serat optik nasional yang menghubungkan 57 kabupaten/kota di Indonesia. Lewat Palapa Ring, pemerataan akses internet dilakukan lewat pitalebar (broadband). Hasilnya, utilisasi Palapa Ring sampai akhir 2023 sudah mencapai FO 766 Gbps dan MW 4.700 Mbps.

Hadirnya akses internet menjadi bensin penggerak ekonomi dan industri, khususnya di daerah. Wirausaha di sektor digital menjamur di mana-mana. Dari level perusahaan rintisan, penjual online, sampai pada UMKM. Menjadi `pedagang` tak lagi sebatas buka warung di pasar becek. Lewat dunia maya kini bisa menjangkau pembeli antar daerah bahkan lintas negara dan benua. 

Mengawal perkembangan ekonomi digital, Kominfo dan kementerian terkait telah berancang-ancang dengan beragam program. Satu bidikannya adalah pengusaha UMKM yang akan dibawa go internasional. Pandemik Covid-19 turut membantu kelahiran UMKM Digital ini. 

Ratusan triliun rupiah dan adigulirkan untuk mendukung UMKM Go Digital. Program ini dibarengi dengan upaya mendorong digitalisasi UMKM. Hingga Januari 2022 dilaporkan 17,2 juta UMKM telah terdigitalisasi. Setahun kemudian, angkanya naik menjadi 27 juta di Desember 2023. Di tahun ini, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki memancang target sebanyak 30 juta UMKM Go Digital.

"Pertumbuhan UMKM dalam era digital ini eksponensial. Namun, baru 26 persen dari 64 juta UMKM yang telah beralih ke platform digital. Potensi ini harus terus kita optimalkan," tutur Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Hokky Situngkir pada 17 September 2024 lalu.

Menunjang Kegiatan Ekonomi Digital Baru
Presiden Jokowi meresmikan Indonesia Digital Test House, di Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT), di Kota Depok, Jawa Barat, Selasa(07/05/2024). (Foto: BPMI Setpres/Kris)

Zaman online Indonesia juga terasa lewat booming startup. Fenomena yang terjadi beberapa tahun ke belakang. Pemerintah gencar mendorong lahirnya startup digital. Ada program 1000 Digital Startup, Sekolah Beta, Startup Studio Indonesia, dan Hub.id. Hasilnya cukup menjanjikan. Sebanyak 16.995 calon startup founder terdaftar dalam Gerakan Nasional 1000 Startup Digital Indonesia. Di sisi lain, 18.423.533 telah mendapatkan pelatihan literasi digital. 

Tak hanya di level dalam negeri, pertumbuhan startup Indonesia juga mencuri perhatian dunia. Pada awal 2024 lalu, Startup Ranking menempatkan Indonesia pada peringkat 6 dunia sebagai negara pemilik startup terbanyak. Jumlahnya mencapai 2.566 perusahaan rintisan. 

Capaian yang membanggakan karena peringkat 10 besar didominasi negara-negara maju. Indonesia bisa berbangga juga karena lebih banyak melahiran startup daripada Jerman, Prancis, ataupun Spanyol.

Meski banyak membawa kabar baik, Indonesia tak lantas bisa berpuas diri. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Salah satu tugas besar itu adalah mencetak talenta digital mumpuni. 

Dalam empat tahun terakhir, hanya sekitar 0,8% dari total angkatan kerja adalah tenaga profesional di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Angka itu di bawah rata-rata jumlah tenaga kerja profesional TIK di negara-negara lain di kisaran 4% dari total angkatan kerja. 

Tantangan itu sekaligus menjadi peluang yang bisa dioptimalkan bangsa ini. Dengan target menjadi salah satu pemimpin ekonomi digital dunia di 2045, bangsa ini butuh 9 juta talenta digital terbaik. Setahunnya dibutuhkan 600 ribu talenta tersebut. 

Talenta-talenta ini bisa lahir dari berbagai bidang. Mencetak generasi depan yang sukses karena bergelut di dunia digital. Tak harus menunggu usia 30 tahun, calon pengusaha itu bisa dicetak dari usia dini. Lusita Gowiryo salah satu contohnya. 

Gadis muda ini sudah tersohor di jagat media sosial. Bukan sebagai influencer apalagi artis dadakan. Dia menyandang gelar yang cukup berat. Lusita Gowiryo dapat julukan Ratu Online Shop. 

Memulai berbisnis online sejak 2012, Lusita mencoba peruntungan mendirikan online shop bernama loveable_id. Jiwa wirausaha memang sudah hadir sejak duduk di bangku kuliah. Dia berjualan baju dan aksesoris rambut. Lanjut menjajal produk kecantikan dan barang-barang berbahan kulit. 

Konsistensi dan kerja kerasnya membuahkan hasil lebih dari sekadar uang. Jiwa wirausaha Lucita Gowiryo dilirik pengelola aplikasi TikTok di Indonesia. Keuletan Lusita berjuang membawanya meraih meraih penghargaan dari TikTok pada 2022, sebagai “Top Online Seller” di kategori penjualan casing hp.

Sang Ratu Online Shop Lusita Gowiryo maupun penjual busana muslim Syarifa Ningsih hanya sedikit contoh dari mereka yang sudah berselancar dalam gelombang ekonomi digital Indonesia. Mereka yang mengubah hidup dari cara lama menuju transformasi digital. Peluang dan kesempatan itu belum berakhir. Masih ada 20 tahun ke depan untuk ikut merasakan buah transformasi digital. 

“Saya titip transformasi digital itu harus inklusif, harus berkeadilan. Masyarakat di pinggiran, masyarakat ekonomi lapisan bawah, ekonomi mikro, UMKM, semuanya mendapatkan akses dan kesempatan yang sama, harus mendapatkan perlindungan yang sama,” pesan Presiden Joko Widodo saat memberi sambutan pada Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia dan Karya Kreatif Indonesia (FEKDI x KKI) 2024 awal Agustus lalu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya