Pengamat: Oplosan Perlu Diluruskan, Korupsi Harus Disetop

Agus mengatakan penggunaan istilah BBM Oplosan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) saat mengumumkan dugaan adanya korupsi tata kelola minyak mentah beberapa waktu lalu memicu keresahan publik.

oleh Tim News Diperbarui 10 Mar 2025, 21:41 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2025, 21:13 WIB
Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru Kasus Korupsi Minyak Mentah
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengumumkan dua tersangka baru kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Isu BBM Oplosan masih menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Pertamina dinilai perlu menghadirkan pakar perminyakan untuk menjelaskan isu tersebut secara objektif kepada publik.

"Jangan hanya Pertamina yang bicara karena bisa terkesan membela diri. Sajikan proses di kilang, distribusi, dan pengawasan di SPBU secara transparan. Juga jelaskan bagaimana sistem pemilihan vendor importir dan pengawasan kualitasnya," ujar Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, Senin (10/3/2025).

Agus mengatakan penggunaan istilah BBM Oplosan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) saat mengumumkan dugaan adanya korupsi tata kelola minyak mentah beberapa waktu lalu memicu keresahan publik. Menurutnya penggunaan istilah "oplosan" dalam konteks ini tidak tepat dan berpotensi menyesatkan.

“Padahal dalam prosesnya, BBM memang harus dicampur untuk mencapai oktan yang dibutuhkan,” katanya. .

Dia menilai bahwa kata "oplosan" memiliki konotasi negatif, seperti dalam kasus minuman oplosan yang beracun. Dalam industri minyak, blending atau pencampuran bahan bakar adalah bagian dari proses standar yang dilakukan di kilang untuk menghasilkan BBM dengan spesifikasi tertentu.

"Ngoplos itu butuh tempat dan peralatan yang rumit serta berbahaya. Dalam kasus Pertamina, sulit dipercaya mereka melakukan praktik ini karena tata kelolanya baik. Sepertinya Kejaksaan ingin bicara soal korupsi, tapi menggunakan istilah oplosan," urainya.

Agus mengatakan Indonesia mengonsumsi sekitar 1,5 juta barel BBM per hari, sementara produksi domestik hanya sekitar 700 ribu barel per hari. Kekurangannya harus diimpor, dan inilah titik rawan terjadinya praktik korupsi.

"Korupsi biasanya terjadi dalam pembelian crude atau BBM dan distribusinya. Misalnya, beli RON 92 tapi yang datang RON 90, lalu oknum menikmati uang subsidi dengan menjual RON 92 non-subsidi," jelasnya.

 

Promosi 1

Perlu Ada Perbaikan Sistem Subsidi BBM

Kejagung Tetapkan 7 Tersangka Korupsi Minyak Mentah dan Produk Kilang Pertamina
Kejagung mengumumkan penetapan tujuh orang tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina. Dua tersangka di antaranya adalah Dirut PT Pertamina Patra Niaga dan Dirut PT Pertamina Internasional Shipping. (Foto: Youtube Kejaksaan RI)... Selengkapnya

Lebih jauh Agus menilai perlu ada perbaikan sistem subsidi BBM agar tidak mudah dimanipulasi. Dia mendukung gagasan agar subsidi diberikan dalam bentuk cashback melalui sistem MyPertamina atau metode lain yang lebih transparan.

"Kalau subsidi diterapkan langsung pada harga BBM, sistemnya rentan diselewengkan. Lebih baik semua orang beli dengan harga pasar, lalu yang berhak mendapatkan cashback melalui sistem yang terintegrasi," pungkasnya.

Infografis

Infografis Temuan Investigasi Kelangkaan Minyak Goreng di 4 Wilayah. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Temuan Investigasi Kelangkaan Minyak Goreng di 4 Wilayah. (Liputan6.com/Trieyasni)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya