Liputan6.com, Jakarta - Komisaris Utama PT Petro Energy, Jimmy Masrin, menegaskan komitmennya menjalani seluruh proses hukum dengan terbuka dan kooperatif. Dia meyakini setiap keputusan yang diambil sebagai Dewan Komisaris dilakukan berdasarkan prinsip tata kelola perusahaan dan iktikad baik.
“Keputusan yang saya ambil sebagai Komisaris PT Petro Energy adalah langkah korporasi yang sah, tanpa niat merugikan negara atau melakukan tindak pidana korupsi,” kata Jimmy lewat kuasa hukumnya Marcella Santoso.
Baca Juga
Jimmy menjalani masa tahanan selama 20 hari di Rutan KPK terhitung sejak 20 Maret 2025, sebagai bagian dari penyidikan dugaan korupsi pembiayaan ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Advertisement
Kuasa hukum Jimmy, Marcella Santoso, menyebut tuduhan kerugian negara senilai USD 60 juta tidak memiliki dasar hukum. Dia menjelaskan utang PT Petro Energy telah direstrukturisasi secara sah melalui Akta Kesepakatan Bersama pada 10 Maret 2021, melalui dua entitas afiliasi, yakni PT CM dan PT PI.
Status pembayaran dari kedua entitas tersebut tercatat lancar per 12 Maret 2025 sesuai dengan Surat Keterangan Status Pembayaran Kewajiban dari LPEI, di mana sisa pokok utang masing-masing adalah sebesar USD 1.500.000 dari hutang awal sejumlah USD 10.000.000 untuk PT CM dan USD 36.989.332,13 dari hutang awal sejumlah USD 50.000.000 untuk PT PI.
“Pembayaran masih lancar, sesuai perjanjian. Sebelum penahanan pun masih ada pembayaran pada 25 Februari 2025 dan 5 Maret 2025, maka klaim kerugian negara seharusnya tidak relevan,” kata Marcella.
Selama menjabat, Jimmy telah menjalankan pengawasan sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas. Saat ditemukan dugaan penyimpangan oleh direksi, Jimmy segera memerintahkan audit forensik yang kemudian menjadi dasar proses hukum terhadap Direktur Utama. Putusan pengadilan telah menyatakan bahwa penyimpangan tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan Dewan Komisaris.
Marcella menambahkan bahwa berbagai dugaan pelanggaran, seperti pemalsuan dokumen, manipulasi laporan keuangan, hingga penyalahgunaan dana, dilakukan oleh Direksi tanpa keterlibatan kliennya. Persetujuan komisaris atas pinjaman disebut bersifat formalitas korporasi, bukan bentuk pengesahan atas tindakan melawan hukum.
Tim hukum menyayangkan keputusan penahanan terhadap Jimmy, mengingat ia sejak awal telah menunjukkan kerja sama penuh, hadir dalam setiap pemeriksaan, dan tetap menjalankan kewajiban pembayaran kepada LPEI.
“Dengan kerja sama penuh dan itikad baik sejak awal, penahanan seharusnya tidak menjadi langkah yang diperlukan,” ujar Marcella.
KPK Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi LPEI
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur menyampaikan perkembangan penyidikan perkara dugaan tindak korupsi terkait pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Asep menjelaskan, pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur yang berpotensi mengakibatkan kerugian negara.
“Dari 11 yang tengah dilakukan penyidikan, KPK saat ini akan menyampaikan terkait dengan 1 Debitur terlebih dahulu, yaitu PT PETRO ENERGY (PE),” kata Asep saat jumpa pers di Gedung KPK Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Dalam konstruksi perkara, Asep menjelaskan, diduga telah terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan Debitur (PT PE) dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
“Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan,” ungkap Asep.
“KPK selanjutnya per tanggal 20 Maret 2025 menetapkan 5 orang sebagai tersangka, DW (Direktur LPEI), AS (Direktur LPEI), JM (Debitur), NN (Debitur) dan SMD (Debitur). Penetapan kelima tersangka ini berdasarkan Keputusan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor-306 Tahun 2025, Tanggal 20 Februari 2025,” Asep memungkasi.
Advertisement
