Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan Indonesia protes keras atas isu adanya fasilitas penyadapan di Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta. Jika penyadapan benar terjadi, Indonesia tidak akan tinggal diam.
"Indonesia tidak dapat menerima (penyadapan). Dan mengajukan protes keras terhadap berita tentang keberadaan fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakarta," tegas Marty dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/10/2013).
Pernyataan Marty ini menanggapi berita dari surat kabar harian Sydney Morning Herald pada tanggal 29 Oktober 2013, yang menyebut adanya fasilitas penyadapan di Kedubes AS, Jakarta.
Marty menjelaskan, Kementerian Luar Negeri telah berbicara kepada Kepala Perwakilan Kedutaan AS di Jakarta untuk meminta penjelasan resmi pemerintah AS atas pemberitaan dimaksud.
"Perlu ditegaskan bahwa jika terkonfirmasi, tindakan tersebut bukan saja merupakan pelanggaran keamanan, melainkan juga pelanggaran serius norma serta etika diplomatik dan tentunya tidak selaras dengan semangat hubungan persahabatan antar negara," tandas Marty.
Dalam lansirannya, Sydney Morning Herald menulis pengungkapan whistleblower Edward Snowden menyebut, AS melakukan penyadapan telepon dan memonitor jaringan komunikasi dari fasilitas pengawasan elektronik di Kedubes AS dan konsulat di seluruh Asia timur dan tenggara.
Disebutkan ada sebuah peta rahasia yang berisi 90 daftar fasilitas pengintaian di seluruh dunia, termasuk fasilitas intelijen komunikasi di kedutaan besar di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon. Pada 13 Agustus 2010, peta itu tidak menunjukkan fasilitas tersebut berada di Australia, Selandia Baru, Inggris, Jepang dan Singapura --negara yang dikenal sebagai sekutu terdekat AS. (Riz/Ism)
"Indonesia tidak dapat menerima (penyadapan). Dan mengajukan protes keras terhadap berita tentang keberadaan fasilitas penyadapan di Kedubes AS di Jakarta," tegas Marty dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu (30/10/2013).
Pernyataan Marty ini menanggapi berita dari surat kabar harian Sydney Morning Herald pada tanggal 29 Oktober 2013, yang menyebut adanya fasilitas penyadapan di Kedubes AS, Jakarta.
Marty menjelaskan, Kementerian Luar Negeri telah berbicara kepada Kepala Perwakilan Kedutaan AS di Jakarta untuk meminta penjelasan resmi pemerintah AS atas pemberitaan dimaksud.
"Perlu ditegaskan bahwa jika terkonfirmasi, tindakan tersebut bukan saja merupakan pelanggaran keamanan, melainkan juga pelanggaran serius norma serta etika diplomatik dan tentunya tidak selaras dengan semangat hubungan persahabatan antar negara," tandas Marty.
Dalam lansirannya, Sydney Morning Herald menulis pengungkapan whistleblower Edward Snowden menyebut, AS melakukan penyadapan telepon dan memonitor jaringan komunikasi dari fasilitas pengawasan elektronik di Kedubes AS dan konsulat di seluruh Asia timur dan tenggara.
Disebutkan ada sebuah peta rahasia yang berisi 90 daftar fasilitas pengintaian di seluruh dunia, termasuk fasilitas intelijen komunikasi di kedutaan besar di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon. Pada 13 Agustus 2010, peta itu tidak menunjukkan fasilitas tersebut berada di Australia, Selandia Baru, Inggris, Jepang dan Singapura --negara yang dikenal sebagai sekutu terdekat AS. (Riz/Ism)