Gugatan Ditolak MK, Farhat CS Kecewa

Pihak Farhat menuding, ada muatan politis di balik putusan MK mengandung muatan politis.

oleh Oscar Ferri diperbarui 15 Nov 2013, 06:45 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2013, 06:45 WIB
farhat-abbas-131005b.jpg
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Pasal 21 ayat 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan pengacara Farhat Abbas dan Narliz Wandi Piliang. Namun pihak Farhat menuding ada muatan politis di balik putusan MK mengandung muatan politis.

"Kita menganggap putusan MK itu putusan 'asal KPK senang'. Artinya bahwa putusan ini bukan putusan hukum, melainkan putusan yang bermuatan politik MK, agar dianggap mencintai KPK," kata kuasa hukum pemohon, Windu Wijaya di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/11/2013).

Menurut Windu, pengambilan putusan secara kolektif kolegial oleh KPK itu justru tidak memberikan kepastian hukum. Bahkan, kolektif kolegial itu tidak memberikan percepatan untuk memberantas korupsi.

"Salah satu contoh kasusnya adalah kolektif kolegial sempat menghambat proses percepatan penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka (kasus Hambalang)," ujar dia.

Atas putusan itu, Windu kembali menegaskan, bahwa kubunya kecewa. "Kami kecewa. Sekali lagi ini kan putusan asal KPK senang saja. Biar MK dianggap baik oleh KPK. ini kan cara MK untuk bikin KPK senang, kan gitu," kata dia.

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan, bahwa dalil-dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum. Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat, bahwa pengambilan kasus-kasus yang ditangani KPK harus disetujui oleh seluruh pimpinan KPK merupakan kebijakan dari pembentuk UU yang bersifat terbuka.

"Mahkamah menilai, kewenangan yang kolektif kolegial tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Melainkan justru kepimpinan kolektif kolegial adalah demi mepastian hukum serta menghindari kekeliruan dan kesalahan dalam melaksanakan kewenangannya," ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan.

Farhat Abbas mengajukan permohonan uji materi Pasal 21 ayat 5 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain Farhat, pemohon dalam permohonan ini adalah Narliz Wandi Piliang.

Dengan berlakunya Pasal 21 ayat 5 dalam UU a quo, keduanya merasa dirugikan hak konstitusionalnya. Sebab, materi muatan dalam ketentuan dalam pasal tersebut mengandung kelemahan. Kelemahan yang dimaksud adalah pengambilan keputusan yang diisyaratkan secara kolektif oleh para pimpinan KPK telah mengakibatkan proses penanganan hukum suatu kasus korupsi memakan waktu yang cukup lama. (Ndy)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya