Menlu RI: Keran Diplomasi Indonesia-Australia Ditutup Perlahan

Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengatakan hubungan diplomasi Indonesia dengan Australia seperti keran yang sedang ditutup perlahan.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 20 Nov 2013, 09:06 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2013, 09:06 WIB
marty-penyadapan-131120b.jpg
Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengatakan hubungan diplomasi Indonesia dengan Australia seperti keran yang sedang ditutup perlahan. Hal tersebut sudah dianggap ketegasan pemerintah atas isu penyadapan Presiden SBY dan sejumlah pejabat negara lainnya.

"Kalau kayak keran air ini sudah kita kecilkan satu per satu, kita lakukan dengan terukur sesuai dengan tanggapan dan sikap mereka. Kalau kita melakukan semua dengan sekaligus nanti apa langkah-langkah kita berikutnya, kan nggak ada, langkah itu kita harus berpikir ke depannya ini yang sedang kita lakukan," imbuh Marty, di Gedung Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Rabu (20/11/2013).

Dalam diplomasi, lanjut Marty, hubungan antar negara itu sifatnya proses. Seperti melakukan kajian ulang kerjasama 2 negara, serta penurunan tingkatan hubungan bilateral.

"Semua sudah dilakukan, jadi tidak ada seolah satu titik di mana tadinya begitu sekarang jadi bagaimana. Ini sudah kita lakukan, mereka mulai merasakannya berbagai bentuk kerjasama kita sudah sesuaikan," terang Marty.

Hari ini, Menlu Marty rencananya akan bertemu dengan Dubes Indonesia untuk Australia Najib Riphat Kesoema untuk mendengarkan laporan terkait penyadapan. Setelahnya, mereka akan menghadap SBY di Istana Negara.

"Betul, saya akan ketemu beliau (Najib)," tandas Marty.

Berdasarkan laporan yang dimuat The Guardian dan ABC, Senin 18 November 2013, disebutkan SBY bersama 9 jajaran petinggi negara, termasuk Wakil Presiden Boediono dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menjadi target penyadapan pada 2009.

"Target penyadapan juga termasuk 9 jajaran di lingkaran pemimpin Indonesia, termasuk the first lady, Kristiani Herawati atau lebih dikenal Ani Yudhoyono," tulis The Guardian.

Sementara, Presiden SBY angkat bicara soal penyadapan yang dilakukan Australia kepada Indonesia, termasuk dirinya, sang istri, Ibu Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan beberapa menteri lain. [baca: Snowden: Ponsel SBY Disadap Australia]

Dia menyatakan, tindakan itu telah mencederai hubungan strategis dengan Indonesia, sebagai sesama negara demokrasi. Karenanya, pemerintah melancarkan protes dan meminta penjelasan Australia atas tindakan spionase tersebut.

"Sejak ada informasi penyadapan AS & Australia terhadap banyak negara, termasuk Indonesia, kita sudah protes keras. *SBY*," kicau SBY lewat akun Twitter resmi, @SBYudhoyono, Senin 18 November malam.

PM Australia Tony Abbot mengatakan  pemerintah Australia tidak harus menjelaskan secara detil apapun usaha yang dilakukan untuk melindungi negaranya. Sebagaimana negara lain berusaha melindungi diri.

"Orang lain meminta kita untuk tidak melakukannya lagi kemudian mereka melakukan persiapan untuk melakukannya," kata Abbot.

Menurut Abbott, penyadapan yang dilakukan intelijen Australia itu 'wajar' dilakukan. "Saya tidak yakin bahwa Australia harus meminta maaf atas operasi pengumpulan intelijen yang wajar, sama seperti saya tidak mengharapkan negara-negara atau pemerintah lain untuk meminta maaf atas operasi pengumpulan intelijen mereka yang wajar," tutur dia.

Dia mengatakan Australia sangat menghargai tetangganya. Dia menyebut hubungan dengan Indonesia sebagai hubungan tunggal yang paling penting yang dimiliki Australia.

Meski menolak meminta maaf, Abbot menyatakan penyesalan atau usaha penyadapan percakapan telepon SBY itu. "Saya memandang Presiden Yudhoyono sebagai teman baik Australia. Sungguh, sebagai salah satu teman yang terbaik yang kita miliki di manapun di dunia," ucap Abbott. (Tnt)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya