Usulan beberapa anggota DPR untuk mengajukan hak menyatakan pendapat (HMP) yang bisa berujung pada pelengseran terhadap Wakil Presiden Boediono terkait kasus bailout Bank Century dinilai sudah basi. Tidak aktual (hangat) lagi. Kehilangan momentum. Seharusnya dilakukan pada 2010.
"Sudah kehilangan aktualitas, karena DPR sudah mengambil keputusan untuk menyerahkan kasus itu pada proses hukum (Paripurna tahun 2010)," kata Wakil Ketua MPR Hajriyanto Thohari di Jakarta, Sabtu (7/12/2013).
Apabila saat ini DPR ingin menggunakan HMP, lanjut dia, harus dapat mendefinisikan proses hukum kasus itu gagal. Penilaian kegagalan penanganan kasus itu tidak bisa didefinisikan sepihak dinyatakan oleh seorang bahwa kasus itu gagal.
"Definisi kasus itu sudah mentok atau gagal harus melibatkan KPK. Namun KPK tidak bisa dikatakan gagal menangani kasus itu karena sudah terdapat tersangka, meskipun pada hakikatnya prosesnya berjalan lambat," ujar Hajriyanto.
Politisi Golkar ini menilai DPR sejak awal tidak akurat terkait kasus Bank Century, yaitu dalam Sidang Paripurna tahun 2010 mengambil keputusan menyerahkan pada proses hukum. Seharusnya, karena terkait suatu hal fundamental yang melibatkan kedudukan istimewa, maka dilakukan HMP.
"Karena menyangkut suatu yang fundamental diduga melibatkan kedudukan istimewa, maka prosesnya sesuai hukum ketatanegaraan, yaitu dengan HMP, bahwa terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan presiden atau wapres," jelas Hajriyanto.
Apabila HMP dilakukan pada saat itu, menurut dia, sudah tepat, karena mengambil proses politik dalam menangani kasus itu. Namun proses politik itu tidak ditempuh DPR, tetapi lebih memilih menyerahkannya pada proses hukum.
"Apabila MK membenarkan pendapat DPR pada saat itu (HMP), maka berlanjut Sidang MPR untuk memberhentikan Wapres, dan itu proses politik. Namun DPR memutuskan menyerahkan kasus itu pada proses hukum," ucap Hajriyanto.
Penyidik KPK memeriksa Wapres Boediono di kantornya pada Sabtu 23 November terkait kasus bailout Bank Century. Boediono ketika kasus itu terjadi menjabat Gubernur Bank Indonesia. (Ant/Sss)
"Sudah kehilangan aktualitas, karena DPR sudah mengambil keputusan untuk menyerahkan kasus itu pada proses hukum (Paripurna tahun 2010)," kata Wakil Ketua MPR Hajriyanto Thohari di Jakarta, Sabtu (7/12/2013).
Apabila saat ini DPR ingin menggunakan HMP, lanjut dia, harus dapat mendefinisikan proses hukum kasus itu gagal. Penilaian kegagalan penanganan kasus itu tidak bisa didefinisikan sepihak dinyatakan oleh seorang bahwa kasus itu gagal.
"Definisi kasus itu sudah mentok atau gagal harus melibatkan KPK. Namun KPK tidak bisa dikatakan gagal menangani kasus itu karena sudah terdapat tersangka, meskipun pada hakikatnya prosesnya berjalan lambat," ujar Hajriyanto.
Politisi Golkar ini menilai DPR sejak awal tidak akurat terkait kasus Bank Century, yaitu dalam Sidang Paripurna tahun 2010 mengambil keputusan menyerahkan pada proses hukum. Seharusnya, karena terkait suatu hal fundamental yang melibatkan kedudukan istimewa, maka dilakukan HMP.
"Karena menyangkut suatu yang fundamental diduga melibatkan kedudukan istimewa, maka prosesnya sesuai hukum ketatanegaraan, yaitu dengan HMP, bahwa terjadi pelanggaran hukum yang dilakukan presiden atau wapres," jelas Hajriyanto.
Apabila HMP dilakukan pada saat itu, menurut dia, sudah tepat, karena mengambil proses politik dalam menangani kasus itu. Namun proses politik itu tidak ditempuh DPR, tetapi lebih memilih menyerahkannya pada proses hukum.
"Apabila MK membenarkan pendapat DPR pada saat itu (HMP), maka berlanjut Sidang MPR untuk memberhentikan Wapres, dan itu proses politik. Namun DPR memutuskan menyerahkan kasus itu pada proses hukum," ucap Hajriyanto.
Penyidik KPK memeriksa Wapres Boediono di kantornya pada Sabtu 23 November terkait kasus bailout Bank Century. Boediono ketika kasus itu terjadi menjabat Gubernur Bank Indonesia. (Ant/Sss)