Pakem Politik Indonesia Versi SSS: Tokoh Vs Parpol

SSS menilai, ketika sang tokoh akan lengser dari kekuasaan, partainya akan ditinggalkan pemilih pula.

oleh Liputan6 diperbarui 12 Des 2013, 20:55 WIB
Diterbitkan 12 Des 2013, 20:55 WIB
sby-konpres-penyadapan-4-131120c.jpg
Menurut kajian Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) yang memetakan 30 survei dari 20 lembaga yang dirilis Februari-Desember 2013, ada pakem politik di Indonesia yang tercanang sejak lama. Pakem politik tersebut adalah sejarah politik Indonesia yang merupakan sejarah tokoh. Artinya, terdapat korelasi yang signifikan antara tokoh dan partai politik.

"Tokoh yang berkuasa dalam suatu parpol memiliki kecenderungan akan mengangkat partai politiknya," ungkap Direktur Eksekutif SSS Ari Nurcahyo dalam diskusi bertema Evaluasi Politik Akhir Tahun 2013 & Political Outlook 2014, Jakarta, Kamis (12/12/2013).

Ari mengatkan, ketika sang tokoh akan lengser dari kekuasaan, partainya akan ditinggalkan pemilih pula. Kajian yang dilakukan dengan metode pendekatan Meta Analisa dan Focus Group Discussion (FGD) dengan margin error 0,01% ini memberikan contoh yang terjadi kepada Presiden Indonesia pertama, Soekarno, terhadap parpolnya pada saat itu PNI.

Pada pemilu 1955 dan 1971 persentase elektabilitas tokoh terhadap partai menurun drastis dari 22,32% menjadi 6,93%. Sedangkan Megawati dengan partainya PDIP mengalami hal yang sama pada pemilu 1999 dan 2004.

Hal serupa diprediksikan akan terjadi pada SBY terhadap Partai Demokrat menjelang pemilu 2014 mendatang. Diperkirakan, persentase elektabilitasnya dapat menurun antara 8-10% dari 20,85% pada pemilu 2009.

"Dengan pakem politik yang berjalan seperti sekarang, Partai Demokrat harus melakukan kerja keras dan membuat terobosan politik terhadap pelaksanaan konvensi agar elektabilitas partai maupun capresnya terdongkrak saat pemilu 2014 mendatang," pungkas Ari. (Rmn)

Baca juga:
Soegeng Sarjadi Syndicate: PKS Jatuh Karena Korupsi Daging Impor

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya