Liputan6.com, Toba - Doa bersama bertajuk "Merawat Alam Tano Batak" dilaksanakan di HKBP Lumbanjulu, Kabupaten Toba, Sumatera Utara (Sumut). Acara dipimpin petinggi HKBP ini dihadiri berbagai elemen masyarakat, termasuk pegiat lingkungan hidup dan pemerintah.
Dalam doa bersama yang dilaksanakan Sabtu, 1 Februari 2025, Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan menyampaikan soal hak-hak rakyat yang harus dipulihkan.
Advertisement
Dikatakan Ephorus, tujuan ibadat bersama adalah penyadaran kembali akan panggilan kristiani, perihal penyelamatan alam semesta. Sebab, pelestarian lingkungan hidup adalah bagian implementasi iman seorang kristen.
Advertisement
Baca Juga
"Kita berkumpul, ada dari perwakilan denominasi gereja, juga dihadiri pihak Komnas HAM dan DPD RI, juga bapak dan ibu yang hadir di sini untuk berdoa bersama," kata Ephorus HKBP Pendeta Victor Tinambunan.
Doa bersama ini adalah kesempatan untuk menyadarkan kembali soal iman kristiani, bahwa bumi ini adalah milik Tuhan. Juga menyadarkan bahwa Tano Batak adalah bagian dari ciptaan Tuhan.
Disampaikan Ephorus, langkah awal memperjuangkan kelestarian alam di Tapanuli Raya merupakan tanggung jawab bersama. Seluruh stakeholder diminta berkontribusi aktif merawat alam yang sudah diberikan Tuhan bagi umat manusia.
"Tano Batak harus dirawat, hak-hak rakyat dipulihkan kembali. Harus sejahtera di tanahnya sendiri," Ephorus menuturkan.
Simak Video Pilihan Ini:
Singgung Kerusakan Alam
Ephorus menyinggung mengenai kerusakan alam yang secara jelas dan nyata, juga adalah fakta di lapangan. Kerusakan alam ditandai banyaknya bencana alam yang terjadi di Tapanuli Raya.
Masyarakat petani menjadi korban saat material longsoran menimbun areal pertaniannya. Termasuk juga konflik yang terjadi antara masyarakat dan pihak perusahaan yang disebut perusak lingkungan.
"Sudah banyak studi. AMAN dan KSPPM banyak menuliskan ini. Kita sudah lihat fakta di lapangan. Berulangkali bencana alam terjadi, korban ada. Areal pertanian dan persawahan tertimbun material longsor," sebutnya.
Disebutkan Ephorus, alam di Tano Batak sedang mengalami krisis. Terkait penutupan portal di kawasan Nagasaribu, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Ephorus menjelaskan, portal tersebut telah dibuka pihak TPL.
Kini, masyarakat adat sudah bisa mengakses areal perladangan kemenyan mereka dan melewati portal tersebut.
"Setelah saya ke sana (portal TPL), portal itu sudah dibuka. Masyarakat sudah bisa mengakses lahan mereka. Saya juga sudah mendapat laporan dari pihak manajemen soal itu. Sudah dibuka," ungkapnya.
Advertisement
Masyarakat Adat Mencari Keadilan
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Penrad Siagian mengatakan, masyarakat adat sedang mencari keadilan. Dia mengatakan hal itu ditemani Sorbatua Siallagan, korban kriminalisasi pada konflik agraria.
Lahan yang sudah Sorbatua dan warga lainnya kelola sejak lama, kini jadi konflik dengan TPL. Penrad yang berlatarbelakang seorang pendeta menyampaikan, perlawan terhadap TPL kini hidup kembali setelah masyarakat berhasil menutup PT Inti Indorayon puluhan tahun silam.
Penrad dan Sorbatua mengatakan hal itu usai kegiatan doa bersama bertajuk "Merawat Alam Tano Batak".
"Dengan ini, perlawanan terhadap TPL hidup kembali. Karena hadir tadi pimpinan berbagai gereja denominasi di Indonesia, termasuk NGO, dan masyarakat sipil. Ini kebangkitan baru melawan kezaliman TPL yang dialami masyarakat berpuluh tahun," Penrad menuturkan.
Dia juga berharap, persoalan yang dialami masyarakat adat di Tapanuli Raya menjadi pembahasan di tingkat pusat. Dirinya berharap pemerintah secara transparan memperlihatkan tapal batas lahan konsesi TPL.
Dengan demikian, konflik yang selama ini terjadi antara pihak perusahaan dan masyarakat dapat terurai.
"Saya sudah sampaikan ke berbagai pihak, agar pemerintah mengeluarkan soal konsesi lahan TPL. Banyak sekali yang tidak tahu mana batas lahan konsesi TPL tersebut," ujarnya.
Aduan Soal Konflik Agraria
Komisioner Komnas HAM, Saurlin menjelaskan, jumlah aduan masyarakat soal konflik agraria menduduki posisi tertinggi terkait aduan di Komnas HAM.
"Dalam tiga tahun terakhir ini ada lebih dari 3 ribu pengaduan konflik agraria," ujarnya.
Soal konflik agraria, Saurlin berharap lembaga negara mesti berkontribusi aktif menyelesaikannya.
"Melihat hal ini, ada seribuan aduan soal ini setiap tahunnya. Dengan demikian, lembaga negara mesti terlibat dalam penyelesaian ini," ucapnya.
Saat ini pihaknya juga tengah berkoordinasi dengan pihak Polri soal penanganan konflik agraria. Dia juga menyoal perpindahan lokasi ibadat yang bertajuk "Merawat Alam Toba".
"Sebenarnya agak prihatin karena perpindahan lokasi ibadat. Di salah satu tempat ada dugaan 'pelarangan' ibadat hingga akhirnya berpindah ke sini untuk ketigakalinya," sebutnya.
Advertisement
Lahan Konsesi Direvisi Ulang
Saurlin juga berharap agar lahan konsesi perusahaan supaya direvisi ulang. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik baru antara masyarakat dengan pihak perusahaan yang ada di Tapanuli Raya.
"Soal konflik yang masih terjadi di kawasan Danau Toba, tentu ini mesti direvisi ulang, ditinjau ulang soal konsesi. Ini dilakukan guna memastikan kebenaran bagi pihak yang saling klaim," bebernya.
Persoalan antara pihak perusahaan dengan masyarakat adat membutuhkan kehadiran negara. Saurlin yakin, kehadiran negara menyelesaikan konflik agraria di Tapanuli Raya mampu menyelesaikan beragam persoalan yang muncul.
"Negara harus hadir. Segera bereskan bila ada kekeliruan pada konsesi di masa lalu. Saya pikir, tidak ada sulitnya buat negara untuk membereskan itu, demi kemajuan masyarakat," tandasnya.
