Pemberian dana saksi parpol senilai Rp 658,03 miliar menjadi polemik. Peneliti Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai kebijakan itu sebagai bentuk melegalkan korupsi APBN.
"Adanya niat pemerintah memuluskan pelaksanaan dana saksi parpol dengan Peraturan Presiden (Perpres) dipandang sebagai upaya legalisasi perampokan APBN," kata Donal dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (2/2/2014).
Donal pun merasa heran, mengapa harus ada pemberian uang Rp 100 ribu kepada setiap saksi parpol untuk mengawasi pelaksanaan pemilu di setiap TPS. Padahal Bawaslu bisa saja turun ke TPS, karena tugasnya melakukan pengawasan.
"Ini kan tidak (dilakukan Bawaslu), karena diduga parpol telah bersekongkol dengan penyelenggara pemilu," ungkap dia.
Karena itu dia menggangap kebijakan pendanaan saksi itu seperti bisul. "Siap-siap saja itu orang Bawaslu masuk Guntur (Rutan Guntur KPK). Sekarang Bawaslu mau masuk Guntur atau mau menyelenggarakan pemilu dengan benar."
Seyogianya, lanjut Donal, tidak perlu dana besar untuk membiayai para saksi. Apalagi berasal dari APBN melalui pos dana taktis presiden.
"Namun, sebaliknya, kalau dana saksi ini digelontorkan maka itu artinya darurat pemilu dimana parpol ini tidak punya modal basis dan tidak punya modal uang," ungkap dia.
Sementara itu, anggota Perludem, Ferry Junaedi dengan lantang mengatakan sebaiknya Bawaslu dibubarkan bila tidak menolak kebijakan itu. Sebab, tidak ada urgensi untuk mengeluarkan dana ratusan miliar untuk dana saksi bagi parpol.
"Kalau Bawaslu tidak menolak dana saksi lebih baik Bawaslu dibubarkan saja," kecam Ferry.
Sedangkan Direktur Eksekutif Lima, Ray Rangkuti merasa heran dengan sikap Presiden SBY. Padahal telah 3 kali mengeluarkan intruksi presiden mengenai penyelamatan dan penghematan APBN.
Bahkan melalui Sekretaris Kabinet, Presiden mewanti-wanti setiap kementerian atau lembaga untuk mencegah praktik kongkalingkong APBN 2013-2014 sebagaiman Surat Edaran Seskab No SE-542/Seskab/IX/2012 mengenai pengawalan APBN.
"Jika SBY yang adalah ketua salah satu Parpol dan jajaran pemerintah menyetujui hal ini, maka telah memenuhi aspek korupsi kebijakan. Dan SBY menjilat ludahnya sendiri, terutama jargon di balik program antikorupsinya," sentil Ray. (Mut)
"Adanya niat pemerintah memuluskan pelaksanaan dana saksi parpol dengan Peraturan Presiden (Perpres) dipandang sebagai upaya legalisasi perampokan APBN," kata Donal dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu (2/2/2014).
Donal pun merasa heran, mengapa harus ada pemberian uang Rp 100 ribu kepada setiap saksi parpol untuk mengawasi pelaksanaan pemilu di setiap TPS. Padahal Bawaslu bisa saja turun ke TPS, karena tugasnya melakukan pengawasan.
"Ini kan tidak (dilakukan Bawaslu), karena diduga parpol telah bersekongkol dengan penyelenggara pemilu," ungkap dia.
Karena itu dia menggangap kebijakan pendanaan saksi itu seperti bisul. "Siap-siap saja itu orang Bawaslu masuk Guntur (Rutan Guntur KPK). Sekarang Bawaslu mau masuk Guntur atau mau menyelenggarakan pemilu dengan benar."
Seyogianya, lanjut Donal, tidak perlu dana besar untuk membiayai para saksi. Apalagi berasal dari APBN melalui pos dana taktis presiden.
"Namun, sebaliknya, kalau dana saksi ini digelontorkan maka itu artinya darurat pemilu dimana parpol ini tidak punya modal basis dan tidak punya modal uang," ungkap dia.
Sementara itu, anggota Perludem, Ferry Junaedi dengan lantang mengatakan sebaiknya Bawaslu dibubarkan bila tidak menolak kebijakan itu. Sebab, tidak ada urgensi untuk mengeluarkan dana ratusan miliar untuk dana saksi bagi parpol.
"Kalau Bawaslu tidak menolak dana saksi lebih baik Bawaslu dibubarkan saja," kecam Ferry.
Sedangkan Direktur Eksekutif Lima, Ray Rangkuti merasa heran dengan sikap Presiden SBY. Padahal telah 3 kali mengeluarkan intruksi presiden mengenai penyelamatan dan penghematan APBN.
Bahkan melalui Sekretaris Kabinet, Presiden mewanti-wanti setiap kementerian atau lembaga untuk mencegah praktik kongkalingkong APBN 2013-2014 sebagaiman Surat Edaran Seskab No SE-542/Seskab/IX/2012 mengenai pengawalan APBN.
"Jika SBY yang adalah ketua salah satu Parpol dan jajaran pemerintah menyetujui hal ini, maka telah memenuhi aspek korupsi kebijakan. Dan SBY menjilat ludahnya sendiri, terutama jargon di balik program antikorupsinya," sentil Ray. (Mut)