OPINI: Pajak untuk Ekonomi dan Bisnis

Penerimaan perpajakan merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar bagi banyak yurisdiksi yang memiliki perekonomian dan peradaban modern seperti Indonesia.

oleh Nurmayanti diperbarui 02 Agu 2023, 12:00 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2023, 12:00 WIB
John Hutagaol, Guru Besar Perpajakan dan bekerja di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. (Triyasni)
John Hutagaol, Guru Besar Perpajakan dan bekerja di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. (Triyasni)

Liputan6.com, Jakarta Tax without representation is robbery. Pemungutan pajak dari masyarakat dan tata kelolanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan (legislation framework). Kebijakan pajak (tax policy) harus adil, sederhana, memberikan kepastian hukum, tidak diskriminasi dan ekonomis.

Administrasi perpajakan dibangun secara credible dan governance serta responsif dan adaptif terhadap perubahan untuk membangun kepercayaan (trust) dari masyarakat pembayar pajak (taxpayers).

Penerimaan perpajakan merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar bagi banyak yurisdiksi yang memiliki perekonomian dan peradaban modern seperti Indonesia. Penerimaan perpajakan tersebut diperuntukkan untuk membiayai kelangsungan pembangunan nasional yang berkelanjutan (sustainable national development).

Sebagai penghimpun  penerimaan untuk mengisi pundi-pundi APBN (State Budget), pajak memiliki fungsi budgetair. Selain itu terdapat empat fungsi pajak lainnya yaitu regulerend, redistribution of income, stabilizer dan catalysator.

Kelima fungsi pajak tersebut dikelola guna mendukung dan mensukseskan kebijakan Pemerintah misalnya kebijakan pajak sebagai bagian dari kebijakan stimulus ekonomi untuk mengatasi covid-19 dan pemulihan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan mengalami tekanan dari berbagai arah seperti geo politik, inflasi, tingkat bunga, climate change and global warming memiliki dampak yang luas atas perekonomian kawasan maupun masing-masing yurisdiksi.

Kondisi tersebut mendorong timbulnya kebijakan pajak yang inovasi dan kreatif seperti Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) dan kemudian menjelma menjadi Common Reporting Standards (CRS) yang merupakan standar tunggal global dalam penerapan Automatic Exchange of Information (AEoI) dan telah disepakati oleh 120 yurisdiksi.

Kebijakan pajak tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak melalui inisiatif transparansi, khususnya melalui keterbukaan informasi rekening nasabah pada lembaga keuangan perbankan dan/atau non perbankan secara global untuk tujuan perpajakan.

Berikutnya, globalisasi ekonomi dimana batas-batas suatu yurisdiksi semakin kabur, meningkatkan volume dan besaran transaksi internasional berupa barang, jasa dan modal.

Berhubung kebijakan pajak bervariasi antar yurisdiksi, kondisi tersebut di atas dapat menyebabkan timbulnya pengenaan pajak ganda (double taxation), dan praktek penghindaran pajak seperti transfer pricing dan thin capitalization karena lebih dari 60% pelaku usaha global adalah mereka yang memiliki hubungan istimewa (related party transactions).

Selanjutnya, underground economy atau sering disebut shadow economy yaitu aktivitas ekonomi dan bisnis baik formal (misalnya ekonomi digital) maupun informal (misalnya illegal mining, fishing and lodging, drugs, corruption and cash economy) yang tidak tercatat pada PDB suatu yurisdiksi, dapat mendilusi kepercayaan atas sistem perpajakan suatu yurisdiksi.

Terakhir, dampak disruptif dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (Information, Communication and Technology-ICT) misalnya kekosongan aturan perpajakan internasional atas transaksi lintas yurisdiksi sehingga dapat menimbulkan harmful tax competition sesama yurisdiksi seperti timbulnya perang dagang atas digital product and services yang dipicu oleh penerapan Digital Service Tax (DST) secara sepihak (unilateral measure).

Tantangan dan permasalahan perpajakan global yang semakin complicated dan dipengaruhi oleh transformasi lingkungan, telah mempengaruhi dan memotivasi otoritas pajak untuk berbenah diri guna memodernisasi administrasi perpajakan dan meng-update regulasinya dengan perkembangan lingkungan terkini.

Reformasi perpajakan seyogianya dilakukan secara berkesinambungan dari waktu ke waktu dalam bingkai transformasi kelembagaan otoritas pajak. Reformasi administrasi dan kebijakan yang digulirkan berada dalam roadmap transformasi kelembagaan yang merupakan wajah dan rupa otoritas pajak untuk periode jangka menengah dan panjang.

Reformasi administrasi perpajakan antara lain meliputi struktur, bisnis proses, sistem informasi dan basis data, sumber daya manusia dan anggaran, bertujuan untuk membangun trust masyarakat pembayar pajak sehingga meningkatkan kepatuhan sukarela.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya