Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mobil listrik di Indonesia terus digodok pemerintah. Saat ini, pengkajiannya sudah selesai dilakukan oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin), serta sudah dikirim ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan tinggal menunggu persetujuan Presiden Joko Widodo.
Menanggapi Perpres mobil listrik ini, Direktur Pusat Unggulan Iptek Sistem Kontrol Otomotif Institut Sepuluh Nopember (ITS), Muhammad Nur Yuniarto menjelaskan, kultur di Indonesia jika tidak ada peraturan bisa berkembang. Namun, jika peraturannya sudah ada, muncul dua pertanyaan selanjutnya.
Advertisement
Baca Juga
"Apakah peraturan tersebut memihak kepada bangsa sendiri, atau tidak. Kalau tidak memihak, kita akan mati pelan-pelan. Itu pasti," ujar pria yang akrab disapa Nur, di Universitas Budi Luhur (UBL), Senin (12/11/2018).
Lanjutnya, jika peraturan mobil listrik yang bakal ditandatangi Jokowi ini memihak kepada merek nasional, atau industri otomotif nasional maka perkembangan mobil atau kendaraan listrik di Indonesia bisa ditumbuhkan bersama-sama.
"Untuk Perpres ini, ada macam-macam versi, ada dari Kemenperin dan Kemenkomaritim. Dua-duanya punya semangat berbeda, kita lihat mana yang ditanda tangani pak Jokowi. Kita ada tim untuk menyusun dari Kemenristekdikti, karena kan ada kepentingan dari sisi risetnya. Saat ini, menyatakan riset (RnD) di Indonesia, harus ada merek nasional, dan lain-lain. Tapi, versi Kemenperin itu tidak ada," tegasnya.
Â
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Membunuh Pemain Lokal
Sementara itu, Nur mencontohkan saat program Kendaraan Bermotor Hemat Bahan Bakar (KBH2) atau LCGC yang sebelumnya terdapat banyak merek mobil nasional yang ikut.
"Namun, begitu LCGC masuk dengan harga Rp 70 sampai Rp 80 juta, habis semua kecuali Fin Komodo yang memang tidak turun di kendaraan aspal. Kita lihat ini (Perpres mobil listrik), bisa tidak menumbuhkan, misalkan kita dari Perguruan Tinggi inginnya RnD ada di Indonesia," pungkasnya.
Advertisement