Liputan6.com, Jakarta - Mendorong industri kendaraan ramah lingkungan, seperti mobil listrik, hybrid, plug-in hybrid, dan energi terbarukan lainnya pemerintah telah mencanangkan skema baru Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
Nantinya, pajak yang akan mulai diterapkan 2021 ini, tidak lagi berdasarkan kapasitas mesin, namun bakal dihitung dari emisi karbon yang dihasilkan.
Namun, penerapan PPnBM ini dinilai tidak akan efektif untuk memangkas emisi CO2 kendaraan bermotor. Perlu adanya insentif lain, dengan menerapkan cukai karbon dengan skema tax feebate bagi kendaraan bermotor yang tidak memenuhi standar emisi. Sedangkan bagi kendaraan yang memenuhi standar emisi, akan diberikan tax rebate atau potongan pajak.
Advertisement
Baca Juga
"Usulan kami, bagi yang tidak memenuhi standar emisi harus membayar cukai. Sedangkan kendaraan jenis tertentu yang memenuhi standar, harus diberikan insentif oleh pemerintah. Jadi fair, pemberian insentif dari pinalti kendaraan yang tidak memenuhi standar emisi, dan pemerintah tidak perlu pusing memikirkan insentif," jelas Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin, saat ditemui di Kantornya, di Sarinah, jakarta Pusat, Kamis (21/3/2019).
Sementara itu, usulan KPBB terkait rekomendasi cukai emisi karbon (CO2) ini sudah berlangsung dari 2007-2008, dan disempurnakan pada 2013. Melalui usulan tersebut, ditetapkan standar emisi karbon, yaitu 118 gram/kilometer (g/km).
Jadi, jika kendaraan tidak memiliki emisi karbon lebih dari itu, maka selisihnya dikalikan dengan asumsi biaya pengembangan teknologi yang digunakan, yaitu Rp 2,4 juta.
Selanjutnya
"Tidak usah larang kendaraan produksi kendaraan emisi tinggi, biar market yang nilai. Karena kalau kendaraan kena cukai, akan masuk ke harga jual," tegasnya.
Sebaliknya, kendaraan dengan karbon emisi yang rendah, bakal mendapatkan insentif sehingga harga lebih murah.
"Konsumen akan berbondong-bondong ke sana, ini bisnis yang fair, jadi tidak akal-akalan lagi," pungkasnya.
Advertisement