Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan Kepala Daerah Sumatera Barat rawan politik uang. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sumbar mengungkap, 60 persen kabupaten dan kota yang ada di provinsi itu rawan pelanggaran tersebut.
"12 Dari 19 kabupaten/kota di Sumbar rawan politik uang. Ada 425 TPS yang sudah kita tandai. Di TPS-TPS itu, pada pileg (pemilihan anggota legislatif) dan pilpres (pemilihan presiden) sebelumnya banyak terjadi politik uang," ujar Kepala Divisi Pengawasan dan Humas Bawaslu Sumbar, Surya Efitrimen, yang dihubungi di Padang, Kamis (3/12/2015).
Namun, lanjut dia, bukan berarti Bawaslu menuduh penyelenggara pilkada di tempat itu tidak bersih. Meski penyelenggaranya sudah ganti, akan lebih baik jika masyarakat tetap waspada.
Berdasarkan data Bawaslu Sumbar, Kabupaten Dharmasraya merupakan daerah yang paling rawan.
Dia menerangkan, politik uang ini biasanya terjadi beberapa jam jelang waktu pencoblosan. Oleh karena itu, gerakan ini sering disebut 'serangan fajar'. Masyarakat akan diiming-imingi uang untuk mencoblos calon tertentu.
"Yang paling rawan itu di Dharmasraya, 118 TPS. Pada pileg dan pilpres lalu, TPS-TPS ini menjadi transaksi politik uang. Setelah Dharmasraya, Kabupaten Agam juga banyak terjadi, ada 82 TPS yang seperti itu," lanjut Surya.
Baca Juga
Pada urutan ketiga, ada Kabupaten Solok dengan 70 TPS. Lalu Pasaman 28 TPS, Pesisir Selatan 27 TPS, Bukittinggi 26 TPS, Limapuluh Kota 24 TPS, Sijunjung 19 TPS, Padang Pariaman 17 TPS, Kepulauan Mentawai 8 TPS, Padang 4 TPS dan terakhir di Kota Solok 2 TPS.
"Kami sengaja merilisnya, agar masyarakat turut serta mengawasi penyelenggaraan pilkada kita. Semakin banyak yang mengawasi, pikada kita semakin baik. Dari catatan kami, sebanyak 37 kecamatan dan 93 nagari --distrik-- di Sumbar masih terjadi politik uang," jelas Surya.
Hanya tujuh kabupaten dan kota di Sumbar yang dianggap Bawaslu tidak rawan politik uang. Namun 7 kabupaten dan kota itu memiliki kerawanan lainnya, seperti jalur transportasi, rawan ketersedian perlengkapan dan kerawanan lainnya.