Liputan6.com, Jakarta - Makamah Konstitusi (MK) sudah menggelar sidang perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPKada). Dari 147 perkara, hanya 7 yang memenuhi syarat dan 1 diperintahkan menghitung ulang surat suara. Sisanya 'gugur', karena keberadaan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada).
Pasal tersebut banyak menuai kritik. Terutama, para pemohon yang harus gigit jari karena maksimal selisih suara sebagaimana diatur Pasal 158, tak terpenuhi. Bagi MK, ini hanya menjalankan amanat undang-undang.
"Kalau kita baca alurnya, pertimbangan putusan MK di awal soal Pasal 158 jelas, apa yang diamanatkan undang-undang. Itulah yang dilaksanakan MK‎," ujar Juru Bicara MK, Fajar Laksono Suroso, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/1/2016).
Dia menjelaskan, hulu permasalahan ini ada di tangan pemerintah dan DPR selaku pembuat undang-undang. Sebab, dalam putusan uji materi Pasal 158 UU Pilkada sebelumnya, MK memutus norma di dalamnya merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka.
‎Karena itu, menurut Fajar, kewenangan merevisi undang-undang ada di tangan pemerintah dan DPR. Apakah syarat maksimal selisih suara itu dinaikkan atau bahkan dihapus.
Baca Juga
"Kalau menurut saya, iya (kewenangan ada di DPR). Maka terserah nih, kewenangan Pasal 158 itu mau dihapus, mau dinaikkan persentasenya, terserah. MK sekadar menafsirkan," ujar dia.
Dalam Pasal 158 dijelaskan, untuk dapat mengajukan gugatan PHPKada ke MK, selisih suara maksimal pasangan calon dengan pasangan calon pemenang, tidak boleh lebih dari 0,5%, 1%, 1,5%, atau 2%. Persentase itu ditentukan berdasarkan jumlah penduduk masing-masing daerah.
‎"Tapi MK kan kemarin sudah menjelaskan bahwa ini adalah open legal policy, bahwa pembatasan itu tidak ada masalah. ‎Jadi diserahkan ke pembuat undang-undang. Mau dibatasai 2% atau 10%, mau dihapus, ya silakan saja," tegas Fajar.
MK telah memutus 140 dari 147 perkara PHPKada yang terdaftar di MK. Dari 140 perkara Pilkada itu, 5 di antaranya ditarik kembali oleh pemohon, 1 diperintahkan MK menghitung ulang surat suara, 35 gugur karena dianggap melewati tenggat pendaftaran yang disyaratkan, 96 gugur karena tidak memenuhi syarat selisih suara pasangan calon, dan 3 tidak diterima MK karena salah objek permohonan.