Liputan6.com, Jakarta - Larangan mensalatkan jenazah di beberapa musala dan masjid melalui spanduk marak di Ibu Kota. Diduga kemunculan fenomena itu tidak lepas dari suasana politik di Jakarta.
Terbaru, Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Sumarsono menyebut bahwa spanduk-spanduk tersebut dibuat dari satu sumber.
Baca Juga
Lalu, bagaimana Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merespons hal ini?
Advertisement
"Namanya juga fardu kifayah. Kalau sudah ada orang lain menyelesaikan, maka tunai. Tapi kalau belum ada, maka saya tuliskan kepada para relawan untuk membantu menunaikan," kata Anies di sela kunjungan media, di Jakarta, Senin (13/3/2017).
Menurut Anies, tidak boleh ada pemaksaan bagi masyarakat yang hendak mensalatkan jenazah. "Enggak ada urusannya dengan politik dan jangan disatukan. Bahaya," ujar mantan Mendikbud ini.
Anies berharap Pilkada DKI Jakarta putaran kedua ini berjalan damai. Tidak ada unsur ancaman atau kekerasan dalam penentuan hak politik seseorang.
"Kita ingin pilkada yang damai dan jangan mulai dengan ancaman. Jadi, dengan begitu kita akan melihat Pilkada ini bukan ajang untuk menakut-nakuti tapi ajang untuk rakyat mendapatkan pilihan yang lebih baik," ujar Anies.
Apakah perlu polisi turun tangan untuk menyelidiki dalang di balik spanduk provokatif tersebut?
"Saya enggak mau komentar. Cukup sampai situ dulu aja," jawab Anies.
Nenek Hindun
Jenazah nenek Hindun 78 tahun ditelantarkan masyarakat sekitar. Sebab, sang nenek yang sudah tak bisa berjalan sejak lama itu memilih Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat saat Pilkada DKI putaran pertama.
Menurut keterangan Neneng, usai nenek bernama Hindun bin Raisman itu mencoblos Ahok-Djarot, keluarganya menjadi pergunjingan. Neneng adalah putri bungsu Hindun.
"Kami ini semua janda, empat bersaudara perempuan semua, masing-masing suami kami meninggal dunia, kini ditambah omongan orang yang kayak gitu, kami bener-bener dizalimi, apalagi ngurus pemakaman orang tua kami aja susah," ujar Neneng, pada Liputan6.com di kediamannya, Jalan Karet Raya II, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Maret 2017.
Neneng menceritakan, kronologi jenazah ibundanya ditolak disalatkan di musala oleh ustaz Ahmad Syafii. Neneng mengatakan, saat itu dia dan keluarganya ingin agar jenazah Hindun disalatkan di mushola. Namun, ditolak oleh Ustaz Ahmad Syafii lantaran tidak ada orang di musala.
Selain itu, tak ada orang yang menggotong jenazah Hindun ke musala. Sehingga Ustaz Ahmad Syafii mensalatkan Hindun di rumahnya.
"Alasannya, nggak ada orang yang mau nyalatin (di musala), padahal kami ini anak dan cucunya ramai menyalatkan, tapi memang orang lain (warga lain) cuma empat orang (yang datang ke rumah)," terang Neneng, anak Nenek Hindun.