Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada DKI Jakarta putaran dua. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan pada Pilkada DKI 2017 putaran pertama, yakni 7.218.254 dari sebelumnya sebesar 7.108.589 pemilih.
Tidak hanya itu, Tempat Pemungutan Suara (TPS) juga mengalami peningkatan sebanyak 11 TPS dari 13.034 tempat.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan persoalan DPT memang menjadi masalah yang kerap terjadi dalam pemilihan umum di Indonesia.
Advertisement
Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah harus segera memiliki data kependudukan yang akurat sehingga tidak selalu menjadi bahan perdebatan.
"Kita sebagai negara besar tidak memiliki data kependudukan yang baik, pemerintah perlu segera mendapatkan data kependudukan yang akurat dan kredibel. Saat ini sudah keluar hampir Rp7 triliun untuk KTP elektronik tapi yang terjadi malah menjadi bahan bancakan" ucap Siti dalam acara diskusi publik dengan tajuk Pilkada Bersih-Sehat, di Jakarta, Senin, 10 April 2017.
Siti mengatakan KPU DKI harus fokus dalam perbaikan. Apa yang telah dikeluarkan hari ini, tidak ada masalah. "Oleh karena itu apa yang dilakukan KPU DKI. Ini yang harus difokuskan," kata Siti.
Sementara itu, Direktur Lembaga survei politik Polmark Indonesia Eko Bambang Subiantoro, menuturkan, seluruh pihak harus berpartisipasi menjaga Pilkada DKI 2017 agar berlangsung adil, jujur dan demokratis, siapapun pemenang 19 April 2017 nanti.
"Siapapun pemenangnya, Pilkada DKI Jakarta harus dapat berlangsung adil, jujur dan demokratis, karena pilkada DKI Jakarta juga meruoakan barometer," jelas Eko.
Di tempat yang sama, Budayawan Betawi Ridwan Saidi berharap agar pelaksanaan Pilkada DKI 2017 putaran kedua jauh dari kecurangan. Oleh karena itu, dia meminta kepada masyarakat mengamankan hari pencoblosan, tanggal 19 April 2017.
"Nanti TPS ini akan ramai, bukan digerakkan Timses tapi rakyat bergerak sendiri," tutur Ridwan.
Menurut dia, jika memang terjadi kecurangan dalam Pilkada DKI 2017, maka pelaksanaan demokrasi Indonesia tidak akan dipercaya. Pasalnya, Jakarta adalah barometer politik tanah air. "Besok kalau ada kecurangan, maka demokrasi tidak akan dipercaya lagi," pungkas Ridwan.