Polri, Kejagung, dan KPK Teken MoU Awasi Politik Uang di Pilkada 2018

Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi menandatangani MoU penegakan hukum dalam rangka mengawal pelaksanaan Pilkada 2018.

oleh Nafiysul QodarDevira Prastiwi diperbarui 06 Mar 2018, 23:41 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2018, 23:41 WIB
ilustrasi Pilkada serentak
Pilkada serentak

Liputan6.com, Jakarta - Polri, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) penegakan hukum dalam rangka mengawal pelaksanaan Pilkada 2018.

Penandatanganan kesepahaman itu dilakukan di Ancol, Jakarta Utara, Selasa 6 Maret 2018. Salah satu yang menjadi fokus utama dalam MoU ini adalah terkait adanya politik uang yang membayangi pelaksanaan pesta demokrasi.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, sistem demokrasi di Indonesia memiliki celah cukup besar yang dapt digunakan calon kepala daerah melakukan kecurangan. Salah satunya praktik politik uang. Maka Polri bersama Kejagung dan KPK bersinergi mengawasi praktik ini.

"Ini bermaksud untuk menyamakan visi agar kita bisa menjaga agar proses demokrasi ini berjalan tanpa dibebani politik biaya tinggi yang kemudian akhirnya menjurus kepada terpilihnya kepala daerah yang nantinya menjadi calon-calon koruptor," ujar Tito.

Penangkapan yang dilakukan KPK dan Polri melalui Satgas Anti-Money Politics belakangan ini diharapkan dapat memberikan efek deteren kepada para penyelenggara, pengawas, dan peserta Pilkada 2018 untuk tidak bermain politik uang.

"Meskipun memang mereka juga tidak bisa menghindar, tetapi paling tidak bisa mengurangi," ucap Tito.

Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, MoU ini disepakati agar Pilkada yang akan terselenggara di 2018 berjalan dengan baik, jujur aman dan adil. Prasetyo berharap, Pilkada bisa terbebas dari segala bentuk kecurangan, terutama yang terindikasi korupsi.

"Ini menjadi tanggung jawab bersama aparat penegak hukum untuk bagaimana mencegah sebelum terjadi dan menangani kalau sudah terjadi berbagai tindak penyimpangan tadi," kata Prasetyo.

Prasetyo mengakui, hampir di semua pilkada terjadi penyimpangan yang dapat dikategorikan sebagai tindak korupsi. Hal ini yang harus ditanggulangi bersama.

"Kita harapkan dengan adanya kesepakatan bersama ini nantinya akan menjadi semacam message kepada para peserta pilkada untuk mereka meninggalkan praktik-praktik penyimpangan termasuk praktik politik uang dan sebagainya," beber dia.

Ketua KPK Agus Rahardjo berharap, penandatanganan nota kesepahaman ini mampu meminimalisasi praktik politik uang pada Pilkada 2018 nanti. MoU ini juga diharapkan dapat meningkatkan sinergitas antarlembaga penegak hukum.

"Saya yakin sinergi antara aparat penegak hukum, teman-teman kepolisian, kejaksaan dan KPK bisa memberikan kontribusi yang lebih baik dalam pelaksaan pilkada yang kita impikan. Selalu menegakkan integritas, kejujuran, dan kerja keras," ucap Agus.

Kata Mendagri

Mendagri Penuhi Undangan Pimpinan KPK
Mendagri Tjahjo Kumolo (kanan) bersama Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memberi keterangan usai melakukan pertemuan di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/2). Tjahjo mengaku kedatangannya memenuhi undangan pimpinan KPK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menilai, Pilkada Serentak 2018 ini memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Dia mengatakan politik identitas, ujaran kebencian, serta politisasi SARA harus ditangkal dalam Pilkada Serentak ini.

"Semua persoalan itu harus perlu diredam untuk mencegah terjadinya polarisasi masyarakat, dengan menerapkan konsep peace building," ujar Tjahjo di Mercure Hotel Ancol, Jakarta Utara, Selasa (6/3/2018).

Saat ini di media sosial, lanjut dia, marak beredar isu hoax dan SARA. Tjahjo menegaskan hal itu sangat berbahaya. Dia berharap agar politikus yang bertarung dalam pilkada tidak menggunakan isu SARA dan politik uang ketika berkampanye hingga masa pemungutan suara.

"Provokasi isu SARA sangat berbahaya, dapat menimbulkan kegaduhan dan stigma buruk suatu kelompok. Hal inilah yang kemudian dapat menimbulkan gesekan dan kegaduhan," kata Tjahjo.

Selain itu, pilkada butuh political cost atau ongkos politik yang banyak. "Politik uang merendahkan martabat rakyat. Masih banyak masyarakat yang kesadaran demokrasinya rendah," ucap dia.

"Maka itu, diperlukan persamaan dan pemahaman persepsi diantara pemangku kepentingan Pemilu. Sukses Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 harus didukung seluruh pemangku kepentingan demi sinergitas yang kuat dan berkesinambungan," lanjut dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya