Liputan6.com, Jakarta - Pakar hukum tata negara Mahfud MD, mengaku bukan tidak mau menjadi calon wakil presiden (cawapres). Hanya saja, dia merasa tidak perlu aktif mengampanyekan diri, seperti membuat baliho maupun poster yang dipajang di berbagai tempat agar dijadikan cawapres.
"Kalau ingin itu saya buat baliho, buat poster, buat apa, di mana-mana, buat tim sukses. Saya katakan saya tidak ingin (begitu) dan tidak akan aktif, tetapi saya bukan berarti tidak mau, beda lho," ucap Mahfud MD di Gedung Gramedia Matraman, Jakarta Timur, Selasa 3 April 2018.
Terkait jawaban yang akan diberikan jika ia dipinang oleh partai politik sebagai cawapres, dia pun masih enggan untuk menyampaikan secara gamblang.
Advertisement
"Saya sampaikan jawabannya kepada yang meminang," tegas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Di tempat yang sama, pakar komunikasi politik Effendi Gazali menilai, Mahfud MD jika dipasangkan dengan Joko Widodo atau Jokowi dapat menjadi pasangan yang baik. Sebab, Mahfud MD adalah salah seorang yang dirasa mumpuni untuk menghalau tiga isu utama yang akan kuat diembuskan ketika masa pilpres nanti.
Tiga isu tersebut yakni mengenai kebangkitan PKI, kriminalisasi ulama, hingga isu dukungan investasi asing yang seakan merampas kedaulatan rakyat.
"Pasangan Jokowi-Mahfud MD, pasangan bagus betul. Karena Pilpres 2019 dengan angka dari berbagai survei, sekitar 42 persen, dibutuhkan orang yang dekat dengan umat Islam dan terdepan di tiga isu tadi," ucapnya.
Semua Pilkada Ada Kecurangan
Pada bagian lain, Mahfud MD mengungkapkan tidak satu pun gelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berjalan tanpa ada kecurangan. Walaupun ia mengakui, tidak semua kecurangan itu signifikan.
"Dalam ingatan saya, tidak ada satu pilkada pun yang tidak ada curangnya. Tidak ada. Cuma kadang kala kecurangan itu tidak signifikan," ungkap Mahfud.
Begitu juga dalam pemilihan umum (pemilu), seperti pemilu presiden maupun pemilu legislatif, kata dia, semua berjalan dengan adanya bentuk kecurangan.
"Kalau membuktikan itu bersih, itu enggak akan pernah selesai. Termasuk pemilu, pemilu presiden, pemilu legislatif semua itu penuh kecurangan," kata Mahfud.
Mahfud merasa membeberkan adanya kecurangan dalam pilkada bukan tanpa bukti. Ia berbicara dalam kapasitas sebagai mantan Ketua MK yang pernah mengadili sengketa pilkada. Kecurangan itu disebutnya berupa pemalsuan dokumen, politik uang hingga penghadangan masyarakat yang akan memilih.
"Orang mau memilih, lalu kartunya diminta, lalu orangnya disuruh pulang. Itu terbukti semua di pengadilan dan mengaku. Itu banyak sekali terjadi. Itu kalau berdasarkan pengalaman saya," sebutnya.
Advertisement