Liputan6.com, Jakarta - Debat perdana Pilpres 2019 yang berlangsung pada Kamis, 17 Januari 2019 lalu menuai banyak kritik dan saran. Banyak pihak menganggap debat ini belum memuaskan lantaran kering gagasan.
Sebagai penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan kebijakan memberikan kisi-kisi atau daftar pertanyaan kebapa kedua pasangan kandidat sebelum debat.
Baca Juga
Namun, kebijakan itu menuai kritik dan polemik. Akibatnya, gagasan dan argumentasi capres cawapres saat debat berlangsung dianggap tidak orisinal.
Advertisement
Berikut 5 catatan dari berbagai pihak yang dihimpun Liputan6.com:
1. Belum Yakinkan Pemilih Milenial
Gabungan komunitas milenial terdiri dari Asumsi.co dan Generasi Melek Politik, angkat suara soal pendapat mereka pasca debat capres 2019. CEO Asumsi.co, Iman Sjafei menyatakan, sajian debat dihadirkan Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi masih belum bisa meyakini hati pemilih muda.
"(Dalam debat capres) dua-duanya kurang greget. Sama-sama garing. Belum ada yang benar-benar stand out sampai bikin kita benar-benar yakin untuk memilih,” kata Iman Sjafei dalam siaran pers diterima, Sabtu (19/1/2019).
Namun, Iman menilai, pernyataan Jokowi kepada kubu Prabowo soal isu Ratna Sarumpaet dan Partai Gerindra yang tidak memiliki perspektif perempuan cukup konkret.
"Tapi sebaliknya, saat Prabowo melontar soal korupsi, menyatakan boleh saja (korupsi) apabila jumlahnya tidak terlalu besar, seharusnya Jokowi dapat meng-highlight untuk bisa memukul balik,” jelas Iman.
Senada, Andhyta F. Utami sebagai perwakilan milenial lulusan Harvard JFK School of Government menyatakan, jalannya debat belum sampai di titik didih. Dia merasa debat belum sampai masuk ke dalam hal gagasan.
"Seharusnya kubu Prabowo-Sandi sebagai challenger bisa memberi banyak kritikan untuk kinerja petahana, dalam hal ini Jokowi-Amin," jelasnya.
Advertisement
2. Kritik Komnas HAM
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara mengatakan, paparan kedua paslon soal HAM dalam debat belum terlihat secara komprehensif.
"Debat yang dilakukan belum dapat menggambarkan secara komprehensif peta permasalahan dan strategi kebijakan masing-masing calon dalam upaya perlindungan, pemenuhan, pemajuan dan penegakan HAM di Indonesia," kata Beka saat di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/1/2019).
Kemudian, kedua paslon juga tidak membahas isu pelanggaran HAM berat, konflik sumber daya alam, reforma agraria, intoleransi, diskriminasi dan kekerasan berbasis pada ekstrimisme. Secara umum, Komnas HAM menilai kedua paslon belum memahami konsep HAM secara subtansial.
"Sehingga komitmen penegakan HAM yang di dalamnya terdapat strategi penyelesalan atas kasus-kasus pelanggaran HAM termasuk dugaan pelanggaran HAM yang berat belum terlihat," ucapnya.
Komnas HAM melihat, kedua paslon juga belum punya strategi yang tajam untuk menangani isu diskriminasi dan persekusi. Sementara untuk pemberdayaan perempuan, kedua paslon memiliki keterbatasan pandangan dan data yang lemah, sehingga terjebak pada pembicaraan tidak subtansi.
3. KPU Wacanakan Tak Beri Kisi-Kisi Lagi
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan turut mengamini tudingan bahwa debat perdana capres-cawapres kering gagasan lantaran telah diberi kisi-kisi pertanyaan. Ia pun mengatakan akan ada evaluasi dari debat pada Kamis malam itu.
Bahkan, Wahyu mengaku telah mengusulkan agar debat kedua nanti tidak lagi ada pembocoran kisi-kisi kepada pasangan calon.
"Debat kedua nanti soal yang dibuat panelis tidak akan lagi diberitahukan ke pasangan calon, ini rekomendasi saya saat rapat pleno," kata Wahyu di Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Dia menambahkan, pihaknya menerima secara terbuka atas segala kritik dan saran yang dialamatkan ke KPU. Selain kritik bocoran kisi-kisi, KPU juga bakal mengevaluasi teknis dan mekanisme debat selanjutnya.
Durasi debat, misalnya, juga menjadi hal yang dipertimbangkan untuk dievaluasi. Wahyu mengakui durasi 90 menit tidak akan cukup untuk menyampaikan visi, misi, gagasan para kandidat. Oleh sebab itu, kata Wahyu, KPU membuka kemungkinan penambahan durasi debat.
Advertisement
4. Penilaian Pedoman Skoring Internasional
Dengan menggunakan Pedoman Skoring NUDC (National University Debating Championship) yang telah didasarkan pada Pedoman Debat WUDC (World Universities Debating Championship) 2018, Pembina Klub Debat Bahasa Inggris Universitas Indonesia (UI), Anna Amalyah Agus menilai paslon 02, Prabowo-Sandiaga Uno justru telah tampil lebih unggul.
Dosen Fakultas Ekonomi UI ini mengatakan, dalam 6 segmen, secara umum Prabowo-Sandi mendapatkan skor 79-85, sementara Jokowi-Ma'ruf Amin memperoleh angka 73-78.
"Man of the match atau best speaker: Sandi Uno, sangat bagus dalam menjelaskan penanganan masalah disabilitas, mengeluarkan isu pemberdayaan dibanding bantuan. Emosi dan pilihan kata juga terlihat tenang," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (18/1/2019).
Hal ini lantaran tim Prabowo-Sandi dinilai unggul mutlak dalam hal kerja sama tim, dibandingkan dengan tim Jokowi-Ma’ruf Amin yang kerap didominasi Jokowi. Ia pun memberikan saran untuk debat selanjutnya bagi kedua tim dengan harapan keduanya bisa tampil lebih baik lagi di debat berikutnya.
"Tim PS (Prabowo-Sandi), Pak Prabowo perlu lebih tepat kapan harus melakukan penekanan kapan lebih santai, materi mana yang perlu rebuttal dan materi cenderung sebaiknya diabaikan. Keep up the good teamwork dan keep up Pak Sandi performance," tuturnya.
Sementara untuk tim Jokowi-Ma'ruf, kerja sama tim perlu ditingkatkan, harus ada pembagian tugas yang jelas.
"Akan lebih baik jika pendekatannya bukan pidato yang cenderung lamban, dipercepat bicaranya karena beberapa kali di-cut oleh moderator. Juga eye contact dengan audience yang lebih baik," Anna mengakhiri.
5. Tak Singgung Masalah Narkoba
Pengamat Para Syndicate, Jusuf Suroso menyayangkan kedua pasang calon tak memaparkan isu hukum tentang permasalahan narkoba di dalam debat.
"Semestinya masalah narkoba masuk dalam sessions tadi malam tapi tidak muncul," katanya dalam diskusi di kantor Para Syndicate, Jakarta Selatan, Jumat (18/1/2019).
Jusuf memandang, justru masalah narkoba lebih gawat daripada isu terorisme. Sebab, menurutnya narkoba memiliki daya rusak lebih.
"Masalah narkoba itu justru menjadi ancaman paling serius karena yang dirusak generasi bangsa ini," ujarnya.
Jusuf memandang kedua pasangan calon masih memaparkan pandangan yang normatif. Ia juga mengkritik pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang membawa contoh masalah tapi tidak ditunjang data.
"Mudah-an saya keliru debat tadi malam masih memperlihatkan retorika," Jusuf memungkasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement