Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sudirgo Purbo, menilai Indonesia saat ini tengah mengalami krisis energi. Sudirgo mencontohkan pada sektor minyak bumi. Menurutnya, Indonesia sudah lama menjadi negara pengimpor minyak.
Sudirgo melihat, kebutuhan minyak dalam negeri pada 2017 adalah 1,3 juta barel per hari. Dan pada 2018 naik menjadi 1,7 juta barel per hari. Namun produksi minyak Indonesia hanya di angka 750.000 barel per hari.
"Posisi energi Indonesia sekarang sudah dalam kondisi yang sudah di ICU. Krisis, kenapa? Produksi minyak kita 750.000 barel per hari, sisanya ditutupi impor," kata Sudirgo dalam diskusi Visi Misi Indonesia Menang 'Solusi Pangan & Energi Ala Prabowo-Sandi' di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Jumat 15 Februari 2019.
Advertisement
Sudirgo mengatakan, masalah energi adalah perkara kedaulatan suatu bangsa. Menurutnya, ketergantungan energi yang dialami Indonesia terhadap negara lain saat ini bisa mengancam kedaulatan. Oleh karena itu, perlu terobosan supaya Indonesia tak terus menerus bergantung pada impor minyak.
"Salah satu komitmen Prabowo-Sandi jika terpilih menjadi presiden dan wakil presiden adalah mengurangi impor minyak dengan cara meningkatkan investasi di sektor energi terbarukan," kata Sudirgo.
Sudirgo mengatakan, sebagai negeri agraris yang dilewati garis khatulistiwa, Indonesia memiliki modal untuk membangun industri energi terbarukan berbasis tumbuhan, matahari dan angin.
"Prabowo-Sandi menawarkan optimisme dengan solusi yang inovatif dari pengembangan energi terbarukan. Idnoensia memiliki banyak potensi, kini tinggal optimalisasinya," ucap Sudirgo.
Energi Merata
Sementara Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN), Ace Hasan Syadzily mengatakan Jokowi fokus pada penyediaan energi secara merata dengan harga yang terjangkau. Ini yang visi energi berkeadilan yang sudah diletakkan Jokowi selama ini.
Ia menambahkan, selama ini Jokowi juga melakukan langkah terobosan untuk mendorong investasi dan meningatkan penerimaan negara dari sektor energi. Salah satunya adalah reformasi perizinan dikeluarkan dengan memangkas 186 regulasi yang menghambat. Sehingga, pada 2018, sektor energi menyumbangkan Rp 217,5 triliun atau 53,4 persen dari total PNPB. Capaian itu 181 persen di atas target APBN 2018.
"Pak Jokowi juga selalu menekankan prioritas pembangunan infrastruktur energi untuk rakyat. Seperti pembangunan jaringan gas perkotaan, konverter kit LPG untuk nelayan, lampu tenaga surya hemat energi, dan sumur bor di daerah sulit air," kata dia dalam keterangannya, Kamis 14 Februari 2019.
Sementara itu, lanjut Ace, subsidi energi empat tahun terakhir semakin tepat sasaran dan dialihkan untuk belanja produktif. Subsidi BBM dan listrik yang di tahun 2012-2014 mencapai Rp 958 triliun turun menjadi Rp 477 triliun pada tahun 2015-2018. Subsidi BBM tahun 2014 sebesar Rp 240 triliun juga menurun menjadi Rp 47 Trilyun di tahun 2018.
Jokowi, kata Ace, menunjukkan komitmen konkrit pada visi energi berkeadilan dengan menyediakan energi ke seluruh pelosok tanah air. Hingga 2018, ada 131 titik BBM Satu Harga, penyedian 25 ribu unit konverter kit BBM ke LPG, rasio elektrifikasi hingga semester I 2018 sebesar 98,3 persen. Sehingga rakyat yang berada di pelosok negeri bisa mendapatkan penerangan listrik untuk belajar anak-anak dan menggerakan ekonomi keluarga.
"Dalam Energi Baru Terbarukan, Pak Jokowi juga memperlihatkan keberpihakan yang jelas. Beberapa waktu yang lalu Presiden Jokowi meresmikan PLTB di Sidrap dengan 75 MW (megawatt). Pak Jokowi juga mengeluarkan kebijakan mandatori pemanfaatan bahan bakar nabati B20 sehingga mengurangi penggunaan sumber energi fosil," paparnya.
Reporter: Muhammad Genantan
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement