MUI: Mari Jaga Suasana Kondusif Jelang Pemilu 2024

Dia mengatakan, memilih pemimpin yang mampu menjaga agama dan mampu mengurusi urusan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan hukumnya wajib.

oleh Muhammad Ali diperbarui 13 Feb 2024, 15:44 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2024, 15:44 WIB
Asrorun Ni'am
Ketua Komisi Fatwa MUI HM. Asrorun Ni'am (Dok Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh mengajak masyarakat untuk menjaga situasi tetap kondusif jelang pencoblosan dalam pemilu yang akan dilaksanakan pada Rabu (14/2/2024).

"Pemilu merupakan instrumen untuk mewujudkan tujuan bernegara, yang di antaranya adalah mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan umum. Untuk itu, mari jaga suasana kondusif jelang pelaksanaan pemilu 2024, untuk mewujudkan pesta demokrasi yang damai, adil, jujur, dan bermartabat, serta jauh dari perilaku curang, intimidatif, koruptif, dan tindak melanggar hukum lainnya," katanya yang dikutip dari Antara, Selasa (13/2/2024).

Lebih lanjut, Guru Besar Bidang Ilmu Fikih ini mengatakan dalam sistem politik Indonesia setiap warga negara diberi hak untuk memilih. Hak tersebut harus digunakan secara baik dan bertanggung jawab dalam mewujudkan kepemimpinan publik yang baik.

"Karenanya, memilih pemimpin yang mampu menjaga agama dan mampu mengurusi urusan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan hukumnya wajib. Sebaliknya, golput dalam arti tidak mau berpartisipasi menggunakan hak pilih, kemudian terpilih pemimpin yang lalim dan tidak kompeten, maka tindakan itu haram dan berdosa," tegas Niam yang juga mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) itu.

 

Menurut Niam, proses memilih pemimpin harus didasarkan pada pertimbangan kompetensi mengemban amanah kepemimpinan guna mewujudkan kemaslahatan umum.

"Setelah mendengar visi misi calon dalam masa kampanye, saatnya kita kontemplasi dan memilih sesuai hati yang jernih, meminta pertolongan Allah SWT agar diberi pemimpin yang shidiq atau jujur, yang amanah atau dapat dipercaya, yang tabligh atau punya kemampuan eksekusi, serta yang fathanah atau punya kompetensi," ujarnya.

 

Tidak Boleh Memilih karena Sebab Sogokan

"Tidak boleh memilih karena sebab sogokan atau pemberian harta semata. Orang yang akan dipilih, atau yang mencalonkan diri juga tidak boleh menghalalkan segala cara untuk dapat dipilih, seperti menyuap atau dikenal dengan serangan fajar," sambung Niam.

Ia mengingatkan bahwa MUI telah menetapkan fatwa yang berkenaan dengan hal suap-menyuap dalam Pemilu, melalui forum Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Kalimantan Selatan pada 2018.

"Hukumnya haram. Menerima sogokan politik yang kemudian mendorong orang untuk memilih orang yang tidak kompeten hukumnya haram," tegas Asrorun Niam Sholeh.

Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya