Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, pemberhentian Panitia Pemilihan Distrik (PPD) karena adanya intervensi pihak luar atau tuntutan massa adalah tindakan yang tidak dibenarkan dan tidak objektif.
Menurut MK, jika benar telah terjadi pelanggaran etika oleh PPD dalam hal ini di Distrik Maima maka mekanismenya bukan diberhentikan dari tugas. Sebab, masih terdapat mekanisme pencocokan maupun pencermatan dengan mempersandingkan perolehan suara yang harus dilakukan PPD.
Baca Juga
“Secara faktual Mahkamah menemukan fakta hukum bahwa hal tersebut (pemberhentian PPD) menjadi salah satu pemicu adanya perubahan hasil rekapitulasi perolehan suara di tingkat Kabupaten Jayawijaya (sengketa),” kata Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah di ruang sidang pleno, Gedung MK Jakarta, Senin (10/6/2024).
Advertisement
Guntur memastikan, Mahkamah sudah memeriksa dan menyandingkan bukti formulir model D. Hasil Kecamatan dari PPD yang baru baik yang diajukan KPU maupun Bawaslu. Hasilnya, Mahkamah pun menemukan perbedaan di antara bukti yang diajukan tersebut.
“Pada D. Hasil Dewan Perwakilan Rakyat Papua Pegunungan (DPRPP) yang diajukan KPU pada kolom perolehan suara ditemukan banyak bekas tipe ex kemudian ditulis menggunakan huruf misalnya Bertus Asso (PDIP) jumlah akhir “tiga ribu” dan Semi Hisage (PAN) jumlah akhir “empat ratus”. Sementara itu, dalam bukti yang diajukan Bawaslu ditemukan banyak bekas tipe ex, dimana Bertus Asso jumlah akhir “tiga nol nol nol” dan Semi Hisage “empat ratus ribu”, jelas Guntur.
Terhadap perbedaan bukti a quo, lanjut Guntur, menurut Mahkamah, bukti berupa D. Hasil Kecamatan DPRPP Distrik Maima yang diajukan KPU dan Bawaslu tidak dapat diyakini kebenarannya apalagi validitasnya. Terlebih, baik KPU maupun Bawaslu tidak mengajukan bukti C. Hasil Salinan sebagai data pembanding.
“Maka demi meyakinkan Mahkamah Konstitusi terkait perolehan suara calon anggota DPR Papua Pegunungan (Provinsi) di Distrik Maima dan demi menjamin serta melindungi kemurnian hak konstitusional suara pemilih juga guna menjaga prinsip-prinsip pemilu yang demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, Mahkamah memandang perlu untuk dilakukannya pemungutan suara ulang (PSU),” tegas Guntur.
Mahkamah Putuskan Harus Dilakukan PSU
Oleh karena pertimbangan itu, Hakim Ketua MK Suhartoyo mengatakan bahwa pihaknya mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Mahkamah menyatakan hasil perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) di Distrik Asotipo, Distrik Popugoba, dan Distrik Maima Dapil Papua Pegunungan 1 harus dilakukan PSU.
“Memerintahkan kepada Termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang di Distrik Asotipo, Distrik Popugoba, dan Distrik Maima Provinsi Papua Pegunungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam waktu paling lama 45 hari sejak putusan a quo diucapkan dan menetapkan perolehan suara hasil pemungutan suara ulang tersebut tanpa perlu melaporkan kepada Mahkamah,” Suhartoyo menandasi.
Sebagai informasi, putusan tersebut bernomor perkara 158-02-16-37/PHPU.DPR-DPRD- XXII/2024 dan dimohonkan caleg Perindo bernama Festus Asso.
Advertisement