Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Polda Metro Jaya menyodorkan 20 pertanyaan kepada komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait polemik pencalonan Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang sebagai anggota DPD pada Pileg 2019. Pekan lalu, KPU resmi tidak memasukkan nama pria yang akrab disapa OSO itu ke daftar calon tetap (DCT) anggota DPD.
"Tadi diberikan 20 pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tentu harus kami jawab dengan sebaik-baiknya sesuai apa yang kami lakukan dan argumen-argumen kami yang selama ini kami bangun," ujar Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi seusai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa 29Â Januari 2019 malam.
Dia mengatakan, pertanyaan yang diajukan seputar alasan KPU mengambil sikap terkait pencalonan OSO, serta kronologis yang terjadi hingga keputusan itu diambil.
Advertisement
"Kita jelaskan sebagaimana argumen kita selama ini. KPU dalam menjalankan tahapan-tahapan pemilu itu berdasarkan pada sumber-sumber hukum yang selama ini kita yakini dan sumber hukum paling tinggi adalah konstitusi," kata Pramono seperti dilansir dari Antara.
Dia menekankan, KPU menaati putusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan, pengurus parpol tidak boleh menjadi calon anggota DPD RI. Pada sisi lain, dia menekankan, KPU juga tidak mengabaikan putusan PTUN dan MA, yakni dengan memberikan kesempatan sebanyak dua kali kepada OSO, untuk masuk DCT sepanjang bersedia mengundurkan diri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Laporan OSO
Sebelumnya, pada Selasa kemarin, Pramono diperiksa bersama dengan Ketua KPU Arief Budiman di Polda Metro Jaya. Selanjutnya, kepolisian akan memeriksa komisioner KPU RI lainnya.
Pemeriksaan ini terkait laporan OSO yang diwakili pengacaranya, Herman Kadir ke polisi. Mereka melaporkan Ketua KPU RI Arief Budiman dan komisioner KPU RI lainnya ke Polda Metro Jaya, Rabu 16Â Januari.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor: TBL/334/1/2019/PMJ/Dit.Reskrimum, tim kuasa hukum OSO menuduh para komisioner KPU melanggar Pasal 421 KUHP juncto Pasal 216 ayat (1) terkait tidak melaksanakan perintah undang-undang atau putusan PTUN.
Laporan ini bermula dari keputusan KPU tidak meloloskan OSO dalam pencalonan anggota Dewan Pimpinan Daerah (DPD), padahal dia telah memenangkan gugatan di PTUN dan Bawaslu.
KPU menolak pencalonan OSO karena Mahkamah Konstitusi (MK) melarang pengurus partai politik maju sebagai calon anggota DPD RI
Advertisement