Liputan6.com, Jakarta Memiliki properti seperti mobil dan rumah menjadi parameter kesuksesan bagi sebagian orang. Terlebih jika bisa dimiliki selagi masih lajang. Lantas kalau sudah menikah, di tangan siapakah sebaiknya status kepemilikan properti tersebut diletakkna?
Masih ada sebagian orang yang ragu atau bingung menentukan status kepemilikan properti ketika sudah berumah tangga. Apakah harus atas nama suami, atau bisa atas nama istri?
Menurut Mike Rini Sutikno, perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, sebenarnya hal tersebut tidak perlu di khawatirkan.
Advertisement
“Pasalnya setelah menikah, kepemilikan properti suami dan istri sudah menjadi harta bersama, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Perkawinan 1974 Bab VII,” paparnya ketika di wawancarai oleh Rumah.com (24/5).
“Intinya kedua belah pihak harus yakin. Karena tentu pernikahan ingin terus berjalan sampai meninggal. Jika salah satu pihak ada yang meninggal, harta tersebut akan jatuh ke tangan ahli warisnya. Katakanlah jika suami yang meninggal, maka properti tersebut akan jatuh ke tangan istri. Begitupun sebaliknya,” tambahnya.
Jika di kemudian hari kedua pasangan terpaksa harus bercerai, pembagian harta gono gini juga sudah diatur oleh Undang-Undang. “Sehingga kalau ada salah satu pihak yang merasa kehilangan hartanya bisa di ajukan secara hukum,” ia menjelaskan.
Jadi sebenarnya penentuan kepemilikan properti ini bisa Anda diskusikan bersama pasangan. Beberapa pasangan ada yang membuat perjanjian pranikah demi memberi batasan kepemilikan atas harta yang dikumpulkan bersama. Hal ini tidak menjadi masalah asalkan disepakati oleh kedua belah pihak.
Namun Mike menambahkan, untuk properti yang dibeli sebelum pernikahan, maka atas nama kepemilikannya harus sesuai dengan siapa yang membeli.
“Yang penting ada catatan yang jelas mengenai tanggal pembelian barang, dibeli sebelum atau sesudah menikah.” Tutupnya.
Membeli Rumah KPR?
Berbeda dengan pembelian barang secara tunai, pembelian rumah yang dilakukan dengan metode cicilan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) harus dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
“Pembelian properti dengan metode KPR harus atas nama yang mengajukan pinjaman. Ini artinya jika suami menjadi tulang punggung keluarga mencari nafkah, maka kepemilikan rumah menjadi atas nama dirinya. Hal ini berhubungan dengan aturan bank dan asuransi cicilan yang mengatur,” tandasnya.
“Apabila di kemudian hari suami meninggal dunia, maka otomatis cicilan akan dilunasi oleh pihak asuransi dan hak waris rumah akan menjadi milik istri,” jelas Mike.
Mike menjelaskan bahwa dalam hal ini, tidak ada masalah tingkat kepercayaan dalam penentuan atas nama kepemilikan surat rumah. Karena hanya bertujuan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh bank.
Bisa saja kepemilikan rumah atas nama istri jika istri menjadi tulang punggung keluarga atau memiliki penghasilan yang lebih tinggi ketimbang suami.