Konten Sejuta Rumah Perlu Pembaruan

Basuki Hadimuljono mengungkapkan kenyataannya belum semua masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah.

oleh Fathia Azkia diperbarui 03 Nov 2016, 21:10 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2016, 21:10 WIB

Liputan6.com, Jakarta Program Sejuta Rumah yang menjadi Nawa Cita kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Jusf Kalla sejak 2015 lalu masih terus digalakkan. Sayangnya, pemerataan kepemilikan masyarakat akan rumah bersubsidi dinilai masih belum maksimal.

Hal ini diutarakan langsung oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menteri PUPR), Basuki Hadimuljono. Ia mengungkapkan bahwa belum semua masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah.

“Setelah tujuh puluh tahun merdeka, kebutuhan akan papan belum dapat terpenuhi semuanya. Oleh karena itu, diperlukan banyak inovasi, baik dari segi perijinan maupun dari pembiayaan agar masyarakat dapat memiliki rumah”, ujarnya seperti dikutip Rumah.com.

“Tahun lalu Program Sejuta rumah telah mencapai target sebesar 650 ribu unit dan tahun sekarang sampai akhir bulan Oktober telah terserap sebanyak 415. ribu unit rumah,” sambung Basuki.

Dalam rangka membantu MBR memiliki rumah, pemerintah menghadirkan program FLPP dengan anggaran untuk tahun ini sebesar Rp 9,7 triliun, skema SSB (Subsisi Selisih Bunga) Rp 2 triliun sampai Rp 3 triliun dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebesar Rp 4 juta.

Selain itu, pemerintah juga terus berinovasi melalui Program Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). “Terkait dengan Tapera, prosesnya masih berjalan. Sementara untuk penentuan anggota komite tapera dari unsur profesional tinggal menunggu ketetapan Presiden.”

“Nantinya anggota Komite Tapera ini terdiri dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Menteri Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Komisioner OJK dan satu orang dari unsur profesional,” terangnya.

Program tapera ini, menurutnya juga dapat membantu pekerja informal mengakses pembiayaan perumahan.

(Simak juga APERSI: 2 Tahun Jokowi-JK, Sejuta Rumah Masih Banyak Kendala)

Solusi atas berbelitnya syarat perbankan

Dengan adanya program Tapera tersebut, pekerja informal seperti freelancer, pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) hingga tukang bakso pun akan lebih mudah mengakses pengajuan pembiayaan perumahan.

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Maurin Sitorus, seperti dikutip laman pu.go.id menyatakan, “Masyarakat pekerja informal, selain menghadapi masalah keterjangkauan harga rumah, juga menghadapi masalah aksesibilitas pembiayaan melalui perbankan.”

“Karena perbankan itu seleksinya sangat ketat, ditanya berapa penghasilan, dan ditambah lagi pekerja nonformal tidak ada slip gaji,” ujarnya.

Untuk itu, ia meminta bagi para pekerja nonformal agar dapat mengikuti program Tapera dengan tujuan memberikan kemudahan pengajuan kredit perumahan ke perbankan.

“Dalam undang-undang (UU Tapera) itu disebutkan, semua pekerja, baik itu yang formal dan informal, yang penghasilannya di atas UMR, wajib menjadi anggota, sementara pekerja informal yang di bawah UMR secara sukarela,” katanya.

Foto utama: Permata Puri Harmoni 2

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya