Liputan6.com, Denpasar - Dua kelompok pemuda belum menikah dari Desa Adat Tuban, Denpasar, menggelar tradisi 'Siat Geni' (perang api) pada Senin malam 28 September 2015. Pagelaran itu berlangsung pada saat purnama kapat tiba di altar pura Dalem Khayangan.
‎Dua kelompok pemuda itu berasal dari 2 banjar (semacam RT). Mereka melakukan ritual saling menyerang menggunakan api berasal dari sabut kelapa yang dibakar.
Advertisement
‎Manisepuh pura, Jero Mangku Gede Dalem Khayangan mengatakan dua kelompok pemuda beda banjar tersebut mencapai ratusan saling menyerang menggunakan api. Sementara, masyarakat lainnya menjadi penonton.
"Ini upacara besar setiap setahun sekali. Dan selalu kami rayakan seperti ini, wajib dan tidak boleh tidak. Ini adalah tradisi turun menurun," kata Jero Mangku di Kuta, Senin (28/9/2015).
Jero Mangku Gede‎ mengisahkan makna dari perang api tersebut. Saat upacara di pura dalem (setra atau kuburan), semua para dewa-dewi yang bersetana turun.
"Ketika itu juga dewa-dewi ini diikuti pengiringnya atau maha patihnya. Salah satu patihnya ialah Kala Geni Ludra yang memeliki kekuatan api dan bertugas melebur segala kekotoran di desa," jelas dia.
Menurut Jero Mangku, perang api tersebut adalah bagian menyambut dan membuat Kala Geni Ludra senang.‎ Tujuannya, dengan kekuatan api milik sang patih tidak murka dan dengan senang hati akan membakar semua kekotoran atau kenistaan di desanya.
"Siat geni digelar karena menggunakan api. Api adalah kesukaan Kala Geni, dimana kita berusaha membuatnya (Kala geni ludra). Yang bisa membangkitkan kekuatannya untuk membersihkan segala hal. Buruk di desa dengan kekuatan beliau," terang dia.
Acara ini, lanjut dia, digelar bukan ditujukan kepada Tuhan, dewa atau Betara. Tapi ditujukan untuk pengawal dewa yang biasa menjaga desa adat setempat. (Ali/Dan)