Liputan6.com, Kendal - Tenggelamnya sebuah kapal yang membawa 13 warga negara Indonesia di perairan dekat Johor Bahru, Malaysia, menguak suatu fakta. Nyaris semua buruh migran yang akan memasuki negara tersebut selalu menggunakan jalur ilegal.
Yanti, seorang calon buruh migran yang masih mematangkan kemampuan berbahasa asing di perusahaan penyalur jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) PT Victoria Lintas Buana, Cepiring, Kendal, Jawa Tengah, menyebutkan saat ini Malaysia belum membuka keran penerimaan tenaga kerja asal Indonesia.
Yanti mengaku pernah bekerja di Malaysia, namun ketika kontrak habis tahun 2011 lalu, ia pulang.
"Saya mau balik lagi ternyata di sana sudah enggak terima lagi. Ini saya mau berangkat ke Hong Kong," ucap Yanti di Kendal, Jawa Tengah, Kamis (28/1/2016).
Sementara itu pengasuh mes di PT Victoria, Linda, menyebutkan perusahaannya saat ini hanya mengurusi calon TKI ke Hong Kong, Taiwan, dan Singapura. Alasannya, di negara-negara tersebut kondisi buruh migran relatif lebih baik dibanding di Malaysia.
Baca Juga
"Kami bekali segala macam ilmu untuk bekerja di sana. Mulai bahasa sampai adat istiadat dan sopan santun yang berlaku serta pekerjaan yang hendak dilakukan," beber Linda.
Kesaksian meyakinkan justru datang dari Rochayatun, adik dari korban tewas kapal tenggelam di Malaysia, Agus Susanto. Ia mengaku sudah 15 tahun bekerja di negeri jiran tersebut. Bahkan bertemu suaminya yang asal Jawa Timur juga di Malaysia, dua anaknya bahkan lahir di Malaysia.
"Di Malaysia, selalu ada tekong yang membantu masuk. Nanti setelah sampai di sana, kita minta permit (izin) tinggal. Lebih jauh lagi, bisa menjadi warga Malaysia, seperti almarhum ayah saya, adik-adik saya," ujar Rochayatun.
Manfaatkan Visa Kunjungan Wisata
Ia menambahkan, untuk masuk ke Malaysia yang paling memungkinkan adalah dengan visa kunjungan wisata. Namun itu pun harus menunjukkan sejumlah uang agar meyakinkan. Setelah masuk, barulah nanti izin bisa diurus dengan memanfaatkan jasa makelar atau calo.
Rochayatun juga mengaku awal kedatangannya ke Malaysia dulu melalui jalur ilegal. Sebab ketika mencoba melalui jalur legal, sangat sulit dilakukan.
"Risikonya saat menumpang boat yang mengancam nyawa memang tak sebanding dengan yang didapatkan. Namun lebih banyak yang berhasil daripada yang tenggelam," tutur Rochayatun.
Malaysia memang masih menjadi negara tujuan nomor satu bagi pencari kerja secara ilegal. Para mantan maupun calon buruh migran menyebutkan bahwa ke Malaysia itu masuknya lebih mudah. Namun ketika hendak kembali ke Indonesia, sangat sulit dan melalui prosedur berliku.
Saat ini jalur ilegal yang cukup murah memang biasa ditempuh lewat jalur laut. Kasus tenggelamnya kapal yang memuat 13 penumpang WNI tersebut seolah menjadi bukti bahwa migrasi antarnegara secara ilegal memang membawa risiko yang tak kecil.