Koma: Oplosan Merajalela Karena Miras Tradisional Diberangus

Selama ini banyak operasi terkait miras oplosan yang membabibuta. Imbasanya beberapa miras tradisional ikut diberangus.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 10 Feb 2016, 05:04 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2016, 05:04 WIB
miras
Pemusnahan puluhan ribu botol miras ilegal di Makassar, Sulsel, Jumat (22/5/2015) (Liputan6.com/Eka Hakim)

Liputan6.com, Surabaya - Komunitas Masyarakat Indonesia Anti Oplosan (Koma) mencatat sejak tahun 2015 hingga awal tahun Januari 2016 sudah 308 orang tewas akibat menenggak minuman keras (Miras) Oplosan. Jumlah itu belum ditambah 26 korban oplosan di Yogyakarta. 

Hal tersebut, menurut ketua Koma Indra Harsaputra, akibat pemerintah yang memberangus segala bentuk minuman beralkohol. Sehingga, para pengkonsumsi minuman keras ini lebih memilih pasar gelap yang ujung-ujungnya adalah menjual miras oplosan berbahaya.

"Karena itu kami meminta Pemerintah untuk mendukung minuman tradisional beralkohol yang aman dikonsumsi dengan kadar tertentu segera dilegalkan dan diatur regulasinya," ujar Indra kepada Liputan6.com, Selasa (9/2/2016).

Berdasarkan data yang dihimpun oleh lembaganya, tercatat tahun 2015 sudah ada 302 korban meninggal. Jumlah ditambah dengan pada tahggal 3 Januari 2016 di Semarang, Jawa Tengah terdapat dua orang tewas akibat miras oplosan.

"Ditambah lagi yang terbaru 26 orang tewas di Yogyakarta. Jadi Totalnya sudah lebih dari 308 korban tewas akibat miras oplosan," kata Indra.

 


Menurut Indra, selama ini banyak operasi terkait miras oplosan yang membabibuta. Imbasanya beberapa minuman tradisional yang dianggap mengandung alkohol turut diberangus.

Indra menjelaskan, di beberapa daerah di Indonesia terdapat minuman tradisional yang mengandung alkohol. Contohnya, di Tuban ada Arak, di Yogyakarta ada Lapen, di Solo ada Ciu, di Bali ada Arak Bali, di Manado ada Cap Tikus, dan lain-lain.

Minuman-minuman tersebut adalah hasil fermentasi bahan-bahan alami sehingga aman dikonsumsi. Bahkan, sebetulnya minuman itu merupakan warisan kebudayaan masyarakat setempat.

"Seharusnya pemerintah mengamankan aset-aset kearifan lokal dengan tidak mengebiri para pembuat minuman tradisonal," terang Indra.

Dituturkan Indra, rata-rata minuman alkohol tradisional ini dibuat dari hasil fermentasi beras, singkong dan lain-lain. Jika diminum sesuai tanggung jawab akan aman.

"Nah, dari sini pentingnya edukasi yang harus dilakukan oleh pemerintah. Jangan asal menggerbek. Kasian para petani yang banyak menggantungkan hidup dari produksi  minuman tradisional berlkohol," papar Indra.

Di negera-negara maju para petani ini malah mendapatkan pembinaan sehingga hasil produksi dapat diterima pasar international. Contohnya, Wine adalah hasil fermentasi dari anggur yang banyak digemari di beberapa negara.

Indra menilai, selain kekayaan bangsa, minuman tradisional beralkohol ini sudah ada sejak masa lampau. Dalam kitab Negarakertagama, misalnya yang dibuat pada zaman Kerajaan Majapahit menjelaskan, minuman beralkohol sudah menjadi bagian dari perjamuan agung di keraton.  

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya