Izin Konser Musik Diperketat Usai Insiden Genjer-genjer

Hal itu menyusul adanya band lokal setempat yang menyanyikan lagu Genjer–genjer yang disebut identik dengan Partai Komunis Indonesia.

oleh Zainul Arifin diperbarui 10 Mei 2016, 07:07 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2016, 07:07 WIB
Kehebohan Konser Akulah Sejarah
Para penonton antusias melihat konser 'MUSIK INDONESIA ASYIK TANPA INTRIK' dengan tema "AKULAH SEJARAH" bersama musisi-musisi reggae, Jakarta, Selasa (10/3/2015). (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Mojokerto – Izin konser musik di Kota Mojokerto, Jawa Timur, bakal diperketat kepolisian setempat. Hal itu menyusul adanya band lokal setempat yang menyanyikan lagu Genjer–genjer yang  identik dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam sebuah konser musik.
 
"Kami akan memperketat lagi izin keramaian. Karena (hal berbau komunis) sering disisipkan di acara seperti pagelaran musik," kata Kapolres Kota Mojokerto, AKBP Nyoman Budiarsa, Senin, 9 Mei 2016.
 
Menurut dia, polisi akan meminta setiap penyelenggara acara (event organizer) melampirkan daftar musisi yang akan tampil dalam setiap rencana pementasan musik.

Lagu yang akan dimainkan setiap musisi di atas panggung juga harus disebutkan dalam daftar itu. Langkah itu untuk menghindari hal–hal yang tak diinginkan.

 "Memang di setiap kegiatan, tiap EO selalu kami mintai keterangan berapa yang main dan penontonnya. Ini teknis izin keramaian. Tapi, nanti bisa juga sampai detil lagunya apa saja yang akan dimainkan," ujar Nyoman.
 
Polres Kota Mojokerto sebelumnya membubarkan acara konser musik di GOR Majapahit Kota Mojokerto pada Minggu malam, 8 Mei 2016. Itu lantaran ada satu band, yakni Mesin Sampink menyanyikan lagu Genjer–genjer yang disebut terkait dengan PKI. Personel band itu akhirnya dibebaskan dan hanya dikenai wajib lapor.
 
Menurut Nyoman, kepolisian berpegang pada aturan TAP MPRS nomor 25 tahun 1966 tentang Pembubaran PKI serta UU nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara. Langkah itu diambil untuk menjaga situasi tetap kondusif.
 
"Ini menghindari potensi gesekan dengan kelompok masyarakat lainnya. Daripada gara–gara nyanyi Genjer–genjer kemudian digeruduk masyarakat, kan juga berbahaya," kata Nyoman.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya