Liputan6.com, Kapuas Hulu - Ikan bukan bahan makanan mahal yang sulit didapat bagi warga di pinggiran Sungai Leboyan, Dusun Meliau, Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Berbagai jenis hewan bersirip itu melimpah di sungai dan sejumlah danau di sekitarnya. Namun, ikan segar tidak membawa untung banyak untuk mereka.
Baca Juga
Harga jualnya kurang dari Rp 100 ribu per kilogram. Apalagi mereka juga tidak boleh mengambil ikan-ikan jenis tertentu karena berada di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TNBKDS).
Maka warga harus putar otak untuk menambah nilai ikan di sana. Mereka pun menyulapnya menjadi ikan olahan. Salah satunya menjadi ikan asin.
Ikan asin buatan warga setempat hanya menggunakan campuran air dan garam. Seperti Mamut, pria 50 tahunan itu lebih banyak membuat ikan asin dari ikan lais dan toman.
"Di sini ikan asin disebut balur. Ikan kalau dibuat ikan asin jadi lebih mahal," kata Mamut kepada Liputan6.com di Meliau, Kalbar, Senin 30 Mei 2016.
Dia menuturkan harga ikan asin ini berkisar Rp 120 ribu-150 ribu per kilogram.
Advertisement
Beda
Mamut berani menjamin, ikan asin di Meliau berbeda dari tempat lain. Ada sejumlah keunggulan yang membedakannya dari dusun lain. Kuncinya, ada pada teknik penjemuran.
"Kalau di sini (Meliau), pakai rumah plastik. Ini dulu diajari WWF (World Wide Fund for Nature)," ujar Mamut.
Baca Juga
WWF kemudian mengajari masyarakat setempat untuk membuat tiruan rumah kaca. Namun, kacanya diganti dengan plastik mika.
Lalu apa kelebihannya setelah dikeringkan di 'rumah kaca' itu?
"Pertama, lebih cepat kering di cuaca seperti di Melemba ini karena terlindung dari hujan. Ikannya juga jadi enggak bau, Nak. Coba saja cium. Beda dengan yang dijemur di matahari langsung, pasti bau," Mamut menjelaskan.
Ketika Liputan6.com menciumnya, benar saja. Ikan tersebut tidak bau amis, meski masih butuh satu hari lagi untuk benar-benar kering.
"Dagingnya juga lebih kenyal ketika pakai teknik yang diajari WWF ini," tutur Mamut.
Terlindung dari Matahari
Ikan buatan suami Janu ini berbeda dengan produksi warga Dusun Semangit, Desa Nanga Leboyan, TNBKDS Kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Ikan asin di Semangit dijemur langsung di bawah sinar matahari, sehingga hasilnya lebih kering dan berbau. Walaupun kualitasnya masih masuk kategori bagus.
Staf WWF pendamping masyarakat Meliau, Hermas Rintik Maring mengatakan, rumah plastik tersebut merupakan salah satu teknologi tepat guna yang diperkenalkan ke warga.
"Meliau itu daerah terakhir di wilayah koridor TNBKDS. Jika berbicara koridor terakhir itu, Meliau dan Sungai Pelai menerapkan penghidupan separuh perikanan separuh ladang. Yang lain itu kan ladang. Makanya pilihannya kita memperkenalkan teknologi tepat guna," Hermas menjelaskan.
Menurut dia, 'rumah kaca' ini merupakan teknologi untuk mengurangi larva. Ketika ikan dijemur di udara terbuka akan mengundang lalat hijau. Lalat tersebut akan menyemprotkan larva ke ikan.
"Oleh karena itu jadi lebih bau. Selain itu, untuk kuantitas banyak, masyarakat tidak perlu repot memindahkan ketika menjemur lalu hujan. Sistem sirkulasi udara juga terjaga, jadi hasil ikan lebih kuning bersih," kata Hermas.
Dulu, masyarakat Meliau menjemur ikan di pelataran rumah. Sementara, peliharaan anjing dan ayamnya berkeliaran di pelataran, sehingga tidak higienis. Untuk menghindari larva, warga menyemprot ikan dengan obat nyamuk.
Oleh karena itu, harga ikan asinnya turun. WWF berharap, ketika kualitas membaik, harga pun meningkat.
Advertisement