Liputan6.com, Makassar - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulsel membantah menekan dan mengancam Dasrul, guru arsitektur SMKN 2 Makassar, agar mencabut putusan damai yang sebelumnya telah diajukan ke persidangan.
Menurut Ketua PGRI Sulsel Wasir Thalib, ia tidak masalah jika Dasrul menganggap apa yang disampaikan dirinya kemarin adalah sebuah ancaman dan tekanan. Namun, ia menegaskan pernyataan yang disampaikan pada Dasrul adalah hasil keputusan rapat pleno seluruh DPD PGRI se-Indonesia.
Dalam rapat itu, PGRI menyatakan akan menarik dukungan terhadap Dasrul jika membuat kesepakatan damai dengan terdakwa MAS (16) yang merupakan mantan siswanya tersebut.
"Apa yang saya sampaikan ke Dasrul itu adalah hasil rapat pleno DPD PGRI se-Indonesia. Jadi selaku ketua, saya hanya meneruskan dan menyampaikan putusan organisasi ke dia. Silakan jika ingin ditanggapi sebagai sebuah ancaman atau tekanan," ucap Wasir kepada Liputan6.com saat dihubungi via telepon, Jumat (9/9/2016).
Wasir mengakui telah menemui Dasrul di rumahnya untuk menyampaikan keputusan PGRI tersebut. Namun, Dasrul mengatakan jika upaya damai tersebut merupakan arahan dari penasehat hukumnya, Azis Pangeran.
"Seharusnya ia (Dasrul) meminta pertimbangan dengan PGRI yang telah all out sejak awal masalahnya, bukannya mengambil keputusan tanpa merapatkan dengan PGRI. Itu jelas sangat mengecewakan. Namun kemarin, Dasrul mengaku jika apa yang ia lakukan karena arahan penasehat hukumnya. Dia sendiri tak pernah mau berdamai," kata Wasir.
Baca Juga
Bukti kepedulian PGRI sejak awal, kata Wasir, di antaranya pihaknya telah menyebar rekening dan kontak pribadi Dasrul ke seluruh anggota PGRI se-Indonesia. Dasrul akhirnya mendapat bantuan dana sebesar Rp 24 juta dari PGRI di Jawa Timur.
"Inilah kepedulian PGRI yang sejak awal mendukung apa yang dialami Dasrul. Tapi kekecewaan anggota PGRI kemarin sewaktu Dasrul melalui pengacaranya, Azis Pangeran, menyatakan ke media jika telah bersepakat damai tanpa memusyawarahkan terlebih dahulu dengan PGRI," ujar Wasir.
Tujuan keputusan PGRI, kata Wasir, untuk memberikan pembinaan kepada MAS yang masih berusia muda dan memiliki masa depan yang panjang.
"PGRI tidak ingin kasus pemukulan terhadap guru terjadi berulang karena tak ada efek jera. Sehingga dalam kasus Dasrul sendiri, PGRI tak ingin ada jalur damai tapi lebih kepada proses hukum lebih lanjut," ucap Wasir.
Advertisement
Seret Politikus DPR
Ia menuding kasus yang dihadapi Dasrul telah ditumpangi oleh AF, anggota DPR RI asal Sulsel. Menurut Wasir, politikus itu ingin menjadikan kasus Dasrul sebagai komoditas politiknya dan mendompleng popularitasnya.
"Dia (AF) yang coba cari kesempatan memanfaatkan momen mendompleng popularitas, di mana ia bertindak sebagai pahlawan menunjuk Azis Pangeran mendampingi Dasrul sebagai pengacaranya. Dan diam-diam sejak awal bermesraan dengan pengacara KPAI untuk ada upaya damai agar dia disebut sebagai pahlawan yang bisa mencairkan masalah," tuding Wasir.
Hampir semua kasus yang melibatkan guru di Sulsel khususnya, kata Wasir, politikus itu selalu masuk mencampuri meski ia sendiri tak pernah turun langsung ke lapangan. Ia hanya dengan menunjuk seseorang sebagai penasehat hukum guru yang tertimpa masalah.
"Seperti yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Selayar, Bulukumba, Sinjai dan Enrekang dulu. AF lagi-lagi mencampurinya karena itu dia ingin menjadikan sebagai komoditi politik. Padahal, hampir semua permasalahan yang dihadapi guru itu, PGRI yang jelas jelas all out bukan dia," ujar Wasir.
Kembali kepada kasus Dasrul, Wasir menegaskan itu hanyalah upaya penasehat hukum Azis Pangeran mencari kelakuan baik dari AF agar mendapat dukungan dari para guru pada umumnya.
"Seluruh guru di Indonesia kecewa dan kami PGRI mulai saat ini tak akan lagi mendukung Dasrul jika dia menyetujui kesepakatan damai yang diarahkan oleh pengacaranya itu," kata Wasir.
Advertisement