Kisah Pilu 'Arie Hanggara' di Palembang

Kasus penganiayaan berujung kematian bocah berusia 4 tahun itu menggemparkan warga Jalan Lubuk Bakung, Kecamatan Ilir Barat 1, Palembang.

oleh Nefri Inge diperbarui 27 Nov 2016, 15:44 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2016, 15:44 WIB

Liputan6.com, Palembang - Kisah kekerasan orangtua hingga hilangnya nyawa sang anak seperti dialami bocah Arie Hanggara pada November 1984 dan Angeline pada Mei 2015, berulang. Kali ini BR harus kehilangan nyawa di tangan ibu kandungnya sendiri, SK.

Pengusutan kasus penganiayaan berujung kematian bocah laki-laki berusia empat tahun yang menggemparkan warga Jalan Lubuk Bakung, Kecamatan Ilir Barat 1, Palembang, Sumatera Selatan, itu pun terus bergulir. Kini kasus berkembang dengan dugaan adanya campur tangan sang suami, Salbani, yang diduga turut serta dalam menganiaya sang anak dengan cara tidak wajar.

Saat diinterogasi, wanita berusia 23 tahun itu mengakui suaminya juga sering menganiaya sang anak saat dalam kondisi emosi.

"Dia (suami SK) pernah juga memukul anak saya, dipukul pakai tali pinggang dan dimasukkan ke dalam karung. Yang saya bilang ini benar, suami juga pernah (memukul anak)," ucap SK kepada Liputan6.com di Polresta Palembang, Minggu (27/11/2016).

Namun, SK mengakui dirinya lebih sering menganiaya BR dibandingkan sang suami. Bahkan, penganiayaan berlangsung saat sang suami sedang kerja. Emosi SK yang sering meledak-ledak pascapertengkaran dengan suami inilah yang mendorong SK melampiaskan kepada sang anak.

Sebelum menganiaya anaknya hingga tewas, SK bertengkar dengan suami perihal uang kontrakan. Menurut dia, uang bulanan kontrakan yang harusnya dibayar, ternyata digunakan suami untuk memperbaiki sepeda motornya. Sontak saja, SK bingung untuk mengurus pembayaran kontrakan, karena dirinya tidak mempunyai uang lebih.

"Saya bingung, karena suami saya tidak pernah mau menyelesaikan masalah. Saya juga mudah tersinggung, jadi sering marah-marah ke anak. Kami berdua memang sama-sama emosian, jadi anaklah yang jadi pelampiasan," ujar SK.

Sakit Bunda...

Dengan berurai air mata, SK menceritakan bagaimana dia menganiaya BR sebelum sang anak mengembuskan napas terakhir. Setelah pertengkaran hebat dengan sang suami pada hari Senin, 21 November 2016, sang anak tiba-tiba terbangun dan menangis sekitar pukul 09.30 WIB.

SK sempat menanyakan alasan mengapa anaknya tersebut menangis. Tapi karena tidak mendapatkan jawaban dari BR, SK langsung naik pitam dan menendang dada BR sebanyak dua kali menggunakan kaki kanan. Tubuh BR langsung tersungkur ke dinding dan kembali menangis.

"Anak saya lalu bilang, 'Sakit bunda...' Tapi, dia terus menangis, lalu saya tinju perutnya dan gigit tangannya. Saya bingung bagaimana cara mendiamkan tangisannya. Saya ajak bicara dia, mau apa nak? Tapi masih menangis saja," SK membeberkan.

Setelah itu, SK mengangkat tubuh BR ke dalam kamar mandi dan mengguyurnya dengan air agar sang anak bisa berhenti menangis. Lalu, SK menggantikan pakaian BR dan menyuruhnya tidur. BR pun mengatakan ingin tidur, namun SK melihat BR tidur gelisah.

Karena tidak melihat adanya keanehan, SK kembali melanjutkan aktivitasnya. Setengah jam berlalu dan biasanya BR sudah terbangun. Namun, karena masih saja tidur, SK akhirnya membangunkan BR.

"Saya bingung, anak saya ini pingsan atau koma, karena tidak bangun-bangun. Waktu saya goyang-goyangkan badannya, dia tetap tidak bangun. Bahkan suhu tubuhnya juga dingin, tak seperti biasanya," SK mengungkapkan.

Adukan Laporan Palsu

Kegelisahan mulai menyelimuti SK akan kondisi sang anak. Ia bingung mau meminta tolong dengan siapa. Bahkan, SK enggan meminta tolong ke keluarga dan tetangga. Dia takut jika nanti dihakimi massa karena kondisi sang anaknya yang tak kunjung sadar.

Sk pun mencari cara bagaimana meminta tolong kepada orang lain. Lalu, dia berinisiatif untuk keluar dan meminta bantuan tetangga dengan alasan ingin mengisi air galon. Tapi, niatnya akhirnya diurungkan dan SK lebih memilih datang ke Polresta Palembang dengan diantar tetangganya.

"Saya minta antar ke Polresta Palembang dan mengadukan laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kalau saya bilang soal anak, nanti tetangga saya tidak mau antar," ujar SK.

Namun, karena pihak Polresta Palembang melihat ada kejanggalan, kematian BR yang tak wajar akhirnya tersingkap. SK ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan anak dan bisa ditindak pidana hingga 20 tahun penjara.

Penyesalan pun menggelayuti perasaan SK. Ia tak menyangka perbuatannya tersebut sudah membuat anak satu-satunya meninggal.

"Saya tak menyangka kalau dia akan meninggal. Saya salah besar, saya minta maaf sama Tuhan, sama anak saya dan sama suami. Bunda minta maaf ya nak, bunda hanya kesal dengan BR," tersangka penganiayaan berujung kematian sang anak itu memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya