Musisi Jepang dan Warga Kota Purba Kolaborasi Seni di Akhir Tahun

Mereka bakal menyuguhkan musik kreatif yang memadukan seni tradisi dan modern di Padepokan Ash-Somad Internasional Jatianom, Klaten.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 26 Des 2016, 17:32 WIB
Diterbitkan 26 Des 2016, 17:32 WIB
Kolaborasi Musik
Kelompok seniman asal Jepang, Dajare, siap berkolaborasi dengan warga Desa Jatinom, Klaten, menyuguhkan musik kreatif. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Liputan6.com, Bantul - Sekelompok seniman musik asal Jepang, Dajare, siap berkolaborasi dengan warga Desa Jatinom, Klaten, Jawa Tengah. Mereka bakal menyuguhkan musik kreatif yang memadukan seni tradisi dan modern di Padepokan Ash-Somad Internasional Jatianom, Klaten, Kamis, 29 Desember mendatang.

Keduanya dipertemukan oleh komposer Gangsadewa Ethnic Ansamble Memet Chairul Slamet dalam pertunjukan bertajuk "Tokyo Sobo Joglo".

"Tokyo Sobo Joglo menjadi bentuk sebuah persahabatan dari dua pencipta musik yang berjauhan, Jepang dan Jogja," ucap Memet dalam jumpa pers di Bantul, DIY, Jumat, 23 Desember 2016.

Ungkapan itu ditujukan Memet kepada Makoto, komposer Dajare. Mereka sudah saling kenal sejak lima tahun lalu dan pernah bertemu dalam pertunjukan musik di Jepang.

Menurut Memet, ia dan Makoto memiliki perilaku yang sama dalam menghasilkan karya, yakni selalu bersinggungan dengan alam dan kehidupan. Ia mencontohkan, dirinya membuat musik batu, musik air, dan sebagainya, sedangkan Makoto menghasilkan musik toilet, musik genteng, dan sejenisnya.

Memet memanfaatkan kedatangan Makoto bersama dengan 15 personel Dajare untuk lebih mengenal budaya serta tradisi Indonesia. Dalam hal ini pilihan dijatuhkan ke Jatinom yang kaya sejarah dan latar belakang, serta tradisi budayanya berkembang.

Jatinom merupakan sebuah kota purba terletak di kaki Gunung Merapi, yang sudah ada sejak abad ke-14 atau pada masa Kerajaan Majapahit. Pada abad ke-18, Pangeran Diponegoro pun pernah menginap di lahan yang akan menjadi tempat pertunjukan Tokyo Sobo Joglo.

Wilayah itu dulu merupakan tempat persembunyian atau gerilya Diponegoro. Situs-situs agama Islam pun banyak ditemukan di tempat itu. "Pada pertunjukan itu, Gangsadewa hanya menyiapkan beberapa repertoar saja, karena yang kami utamakan adalah tamu," tutur Memet.

Sementara, Makoto menuturkan Dajare yang berarti plesetan menyuguhkan pertunjukan musik kontemporer yang atraktif karena disertai dengan gerakan lucu dan menghibur.

"Ini menjelaskan irama musik tradisional Jepang yang dimankan dengan berbagai alat musik serta vokal, dan disertai gerakan," ujar dia.

Kelompok seniman asal Jepang, Dajare, siap berkolaborasi dengan warga Desa Jatinom, Klaten, menyuguhkan musik kreatif. (Liputan6.com/Switzy Sabandar)

Di Jepang, hanya ada satu kelompok Dajare. Total anggota berjumlah 40 orang dari beragam latar belakang, mulai desain grafis sampai mahasiswi. Dalam jumpa pers tersebut mereka menampilkan satu repertoar berjudul "Kerosinzo". Para seniman menyuarakan irama suara kodok secara kanon atau saling berkejaran.

"Dalam pertunjukan nanti kami hanya menyiapkan dua sampai tiga repertoar, sisanya kolaborasi dengan warga Jatinom dan hasil dari workshop," ucap Makoto.

Pada 27 Desember 2016, Makoto dijadwalkan mengisi workshop di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Sehari setelahnya, diadakan pementasan bersama dengan mahasiswa ISI Yogyakarta dan Gangsadewa di Concert Hall ISI.

Ketua Yayasan Ash Shomad Titik Sismadi menyebutkan beberapa kelompok seni Jatinom, Klaten, yang akan berkolaborasi antara lain karawitan SDN 1 Krajan, Bambu Runcing, Saron Pangruyuk, dan Kroncong Sholawat. "Tujuannya satu, saling mengenal budaya serta nguri-uri kabudayan."


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya