Liputan6.com, Sidoarjo - Terdakwa Dahlan Iskan membeberkan alasan penjualan aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim dalam sidang lanjutan dugaan korupsi yang membelitnya. Dahlan juga mengingatkan saat itu terpaksa menerima tawaran untuk memimpin perusahaan daerah setelah berganti status menjadi perusahaan terbatas.
Permintaan itu disampaikan Gubernur Jawa Timur saat itu, Imam Utomo, kepada Dahlan Iskan. "Mendapat tawaran itu, saya bilang kepada Pak Imam Utomo, bahwa saya mau menerima apabila Perusahaan Daerah ini berubah menjadi PT," kata Dahlan di Pengadilan Tipikor Surabaya, Selasa, 4 April 2017.
Ia beralasan tak sanggup jika setiap pengambilan keputusan perusahaan yang masih berbentuk perusahaan daerah harus melewati proses politik berkepanjangan di DPRD. Setelah berubah menjadi Perseroan Terbatas, barulah Dahlan menerima permintaan Gubernur dan mengurusi perusahaan yang disebut hampir bangkrut.
"Awalnya sempat kesulitan dalam pengembangan pengelolaan PT PWU Jatim saat itu. Namun, saya rela menjaminkan dana pribadi hingga Rp 40 miliar sebagai jaminan di bank," kata Dahlan.
Dahlan bersedia menjaminkan dana pribadinya hingga miliaran rupiah untuk mengembangkan dan memajukan perusaahan milik daerah tersebut. Bahkan, ia juga sempat tidak mau digaji meski jabatannya sebagai Direktur Utama.
Baca Juga
Advertisement
Dalam penjualan aset di Kediri dan Tulungagung, lanjut Dahlan, ada alasan tertentu yang membuat PT PWU melepaskan aset tersebut. Di antaranya, nilai asetnya kecil, HGB mati, pabrik kolaps, dan tempatnya yang jauh dari kantor pusat.
"Makanya kita lepaskan. Tapi, pelepasan itu atas persetujuan pemegang saham," ucap Dahlan.
Dalam proses pelepasan aset, Dahlan menyatakan telah menyiapkan lahan pengganti seluas 16 hektare di kawasan Karang Pilang Surabaya. "Kenapa dipilih kawasan Karang Pilang, karena kami memikirkan untuk pembelian lahan sekiranya untuk jangka panjang harganya semakin naik," ucap dia.
Namun saat ditanya jaksa penuntut umum tentang beberapa hal, terdakwa lebih banyak menjawab tidak tahu, lupa, atau tidak ingat. "Lupa, karena pelepasan aset sudah terjadi belasan tahun yang lalu," ucap Dahlan di hadapan Majelis Hakim.
Dahlan juga sempat mengelak bahwa apa yang ditanyakan jaksa di luar tanggung jawabnya. Menurut dia, selaku Direktur Utama, ia hanya membuat SOP serta membentuk tim restrukturisasi dan pelepasan aset.
"Persoalan teknis sudah ada yang mengurus. Terus terang, kalau teknis di lapangan jika ada pelanggaran saya tidak tahu," jawab Dahlan.
Dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum menemukan sejumlah pelanggaran yang dilakukan PT PWU dalam pelepasan aset milik BUMD Provinsi Jawa Timur.
Di antaranya adanya transaksi pelepasan aset dengan PT Sempulur Adi Mandiri sebelum pelelangan, pembelian aset yang dilakukan PT Sempulur sebelum pembukaan penawaran, dan tentang RUPS Perusahaan.
"Itu salah satu poin utama pelanggarannya," kata Jaksa Trimo.
Menurut dia, pembayaran aset di Tulungagung terjadi pada 30 Agustus 2003, sedangkan RUPS untuk penjualan aset baru dilakukan pada 3 September 2003.
Begitu juga saat penjualan aset di Kediri. Aset itu sudah dibayar pada 3 Juni 2003, sedangkan pembukaan penawaran baru dilakukan pada 16 Juni 2003.
"Ini sudah jelas pelanggaran hukum yang dilakukan terdakwa. Transaksi itu dilakukan lebih dulu, tentunya harga lebih rendah dari NJOP," kata Jaksa Trimo.