Sanksi 5 Babi bagi Pengaborsi Janin di Wamena

Masyarakat adat di pegunungan tengah Papua sepakat menyatakan aborsi tak bisa diterima sehingga harus dikenai sanksi.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Apr 2017, 07:31 WIB
Diterbitkan 10 Apr 2017, 07:31 WIB
Sanksi 5 Babi bagi Pengaborsi Janin di Wamena
Peternakan babi di area sekitar Waduk Duriangkang, Batam, Kepri, segera ditertibkan. (Liputan6.com/Ajang Nurdin)

Liputan6.com, Wamena - Dewan adat La Pago di wilayah pegunungan tengah Papua mengeluarkan sanksi bagi pelaku praktik aborsi janin berupa denda atau membayar ternak babi kepada pihak yang dirugikan.

Sekretaris Dewan Adat Balim (La Pago) Dominikus Surabut, mengatakan praktik aborsi janin tidak diterima oleh masyarakat adat sehingga ada kesepakatan dan akan diberlakukan khusus bagi masyarakat adat setempat.

"Aborsi nyawa anak manusia dan atau dengan tindakan lainnya, denda lima ekor babi," kata Dominikus, di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, dilansir Antara, Minggu, 9 April 2017.

Dewan adat juga minta pemerintah, khususnya Dinas Kesehatan dan keluarga berencana untuk memberikan pemahaman tentang program Keluarga Berencana (KB) agar masyarakat memahami kesehatan ibu dan anak.

"Karena KB ini kan bisa cocok di tubuh dan tidak. Oleh sebab itu, perlu diberikan pemahaman tentang ilmu biologinya supaya tingkat kelahiran itu dapat diatur jaraknya. Ini bertujuan untuk menekan angka kematian ibu dan bayi," kata dia.

Persoalan lain yang dibahas terkait hukum adat adalah jumlah denda ternak babi pada kasus pembunuhan yang selama ini diterapkan masyarakat adat. Selama ini, denda adat bagi pembunuh mencapai hingga ratusan ternak babi serta uang miliaran rupiah.

Dari hasil pleno dewan adat yang melibatkan suku Hubula, Lani dan Yali, dikatakan jika kasus pembunuhan antarsuku dengan cara penikaman, pemukulan atau dengan tindakan lain, denda yang ditetapkan adalah memberikan 20 ternak babi untuk proses perdamaian.

Sementara jika pembunuhan dilakukan oleh orang bukan berasal dari suku La Pago, dendanya adalah 30 ternak babi.

"Intinya bukan ukuran bayarnya, yang paling penting adalah bagaimanan proses keadilan supaya rasa keadilan bagi korban dan pelaku itu terpenuhi. Proses perdamaian itu paling penting," kata Dominikus.

Menurut dia, hasil pleno dewan adat kini dikomunikasikan dengan pihak agama, LSM serta pemerintah untuk disiapkan menjadi sebuah regulasi tertulis di masyarakat adat.

"Kita akan sampaikan denda adat ini kepada pemerintah. Dan kami sudah buktikan (penerapannya denda babi bagi kasus pembunuhan) itu di Asotipo dan di Kurima, itu tidak ada bayar," kata Domikus.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya